Icha juga iri, karena sepulang sekolah, Rubi bisa berlari-lari, berputar-putar, dan melompat-lompat di jalan.
"Kamu bisa bermain bebas, Ru! Teman-temanmu banyak! Sedangkan aku … terkurung di rumah dikelilingi setumpuk boneka, jepit rambut, tas, dan sepatu! Huh! Kalau dibandingkan dengan pengalamanmu yang indah, semua benda itu tidak ada artinya, Ru! Aku kesepian. Makanya aku sering mengajakmu main di rumahku. Kamu sendiri juga jarang mau, kan, kalo aku ajak main di rumahku. Karena kamu lebih suka main di pantai," keluh Icha panjang lebar, persis orang dewasa. Rubi tercenung sejenak.
"Aku, kan, cuma mengumpulkan bintang-bintang laut, cuma makan jambu di atas pohon, cuma mendengar dongeng Pak Ulus di tanah lapang .... Tetapi, itu bisa membuat Icha iri? Wuihh!" Rubi terheran-heran sendiri di dalam hati.
Namun, ia akhirnya sadar. Semua yang dimilikinya selama ini ternyata merupakan barang berharga. Bahkan Icha yang kaya raya pun tidak memilikinya.
Kini, Rubi iba melihat Icha. Punya banyak boneka, tas, sepatu, jepit rambut ... tetapi tidak bahagia! Di dalam hati, Rubi berjanji akan sering datang ke rumah Icha untuk menemaninya bermain agar tidak kesepian dan sedih.
Sepulang sekolah, Rubi masuk ke kamarnya, lalu berlutut, berdoa mengucap syukur.
"Terima kasih, Tuhan, karena aku dapat memegang bintang-bintang laut, mendengar dongeng-dongeng Pak Ulus, menikmati es di tanah lapang, berlari-lari sepulang sekolah … dan … dan masih banyak lagi. Amin."
Baca Juga: Cerpen Anak: Sarung Buat Pak Molen
---
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR