Vince membuka matanya. Terasa berat. Dia coba menggerakkan anggota tubuhnya. Terasa sakit luar biasa. Vince merintih sambil memandang ke sekeliling ruangan. Kamar itu tampak mewah. Vince merasa asing berada di sana.
“Tuan Vincent sudah sadar?” sapa seorang lelaki tua menghampiri Vince.
Vincent? Lelaki itu memanggilku Vincent? Tanya Vince dalam hati.
“Siapa kau?” tanya Vince dengan suara parau.
“Masa Tuan Vincent lupa padaku? Aku Edward, pelayan Tuan! Tadi Tuan jatuh dari kuda saat pertandingan polo. Menurut Dokter, Tuan tak apa-apa. Hanya sedikit luka memar di tangan, kaki, dan kepala. Tuan hanya perlu beristirahat cukup agar cepat pulih,” jelas Edward panjang lebar.
Vince masih bingung, dia tak ingat apa-apa. Beberapa orang datang menjenguk, tetapi Vince sama sekali tak mengenal mereka. Ada pengusaha, pejabat, walikota, gubernur sampai menteri kerajaan. Semua membicarakan pameran lukisan. Vince semakin bingung dan tidak bisa mengingat apa-apa. Dokter bilang ia terkena amnesia akibat benturan keras di kepalanya.
Saat akhirnya Vince bisa bangun dari tempat tidurnya, tak sengaja pandangannya tertumbuk pada sebuah foto di atas meja. Tampak seorang pemuda yang mirip dirinya sedang memegang kuas. Di hadapannya terbentang sebuah kanvas.
“Wah, gagah sekali aku. Seperti seorang pelukis hebat!” Ups, tiba-tiba dia teringat percakapan orang-orang yang datang menjenguknya. Mereka selalu membicarakan lukisan. Vince memandang ke sekeliling kamar. Lukisan tergantung di mana-mana. Jangan-jangaaan… aku seorang pelukis! Tebak Vince dalam hati.
Dengan jantung berdebar-debar, Vince mengambil secarik kertas dan sebatang pena. Ia coba mencoret-coret sesuatu di atas kertas itu. Tetapi coretan-coretan itu sama sekali tak bermakna. Tak ada bentuknya. Vince putus asa.
“Kalau aku seorang pelukis, kenapa aku tak bisa melukis?” Vince bertanya-tanya.
Vince membuka lemari pakaiannya. Dia sibuk mencari barang-barang yang dapat mengingatkannya akan jati dirinya. Vince membuka laci meja dan menemukan buku harian! Ia mulai membaca buku itu.
21 Januari 1903
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR