Wajah Ratih begitu pucat karena ketakutan. Ia tertinggal di dalam kereta. Bu Guru dan kedua temannya, Omang dan Sari sudah turun di stasiun sebelumnya. Ini karena Ratih menolong seorang Kakek tua yang tidak mendapat tempat duduk di kereta. Kakek itu juga membawa sebuah boneka beruang besar, sehingga terlihat kerepotan
Kereta terus melaju. Ratih semakin bingung. Ia tidak membawa telepon genggam karena dititip ke Bu Ratna. Bahkan, ini pertama kalinya ia naik kereta karena di Bali tidak ada kereta. Ratih kebingungan
“Ada apa, Nak?” tanya Kakek tua yang baru saja ia tolong.
“Kek, saya ketinggalan kereta. Bu Guru dan teman-teman sudah turun tadi. Bagaimana ya, Kek?” kata Ratih panik.
“Oh, stasiun apa ya tadi?” tanya Kakek itu.
“Stasiun apa ya Kek, Ratih juga lupa,” jawab Ratih.
“Hmmm… kamu mau kemana?” tanya Kakek itu.
“Ke Taman Ismail Marzuki, Kek,” jawab Ratih.
“Oh, Stasiun Cikini,” jawab Kakek itu. “Yuk, kita turun saja di stasiun ini,” kata Kakek sambil berdiri.
Ratih kasihan pada kakek tua itu, tetapi ia tidak kenal siapa-siapa lagi.
“Kek, maafkan Ratih yaa,” kata Ratih.
Kakek itu tersenyum dan menjawab,”Tidak apa-apa. Ini namanya Stasiun Gondangdia Ratih,” jawab Kakek.
Mereka naik kereta yang melaju ke arah yang berlawanan. Perlahan-lahan wajah Ratih semakin tenang karena bisa kembali ke Stasiun Cikini. Namun, ia juga khawatir dengan kondisi Kakek yang sudah tua. Kakek ini pasti ingin bertemu cucunya dan memberi hadiah itu.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR