Bobo.id - Setiap hari, kita disarankan untuk makan tiga kali sehari, yaitu sarapan di pagi hari, makan siang, dan makan malam.
O iya, tahukah kamu? Sarapan disebut sebagai waktu makan yang paling penting, terutama untuk anak-anak.
Alasannya adalah karena makanan yang kita konsumsi ketika sarapan nantinya akan menjadi sumber energi bagi kita dalam menjalankan aktivitas selama seharian.
Menu apa yang biasanya teman-teman konsumsi saat sarapan? Di Indonesia, ada beberapa menu sarapan yang khas, nih.
Baca Juga: Bagaimana Manusia Bisa Mengetahui Makanan Apa yang Dapat Dikonsumsi? #AkuBacaAkuTahu
Ada yang menikmati bubur ayam, nasi uduk, roti dengan selai, maupun segelas susu.
Saat ini, sarapan dianggap sebagai waktu makan yang paling penting, tapi dulu awalnya sarapan justru tidak dilakukan dan dianggap sebagai hal yang dihindari.
Kebiasaan untuk mengonsumsi sarapan baru dimulai pada abad ke-14 di Eropa. Telusuri sejarah bermulanya sarapan, yuk!
Kebiasaan Sarapan di Eropa Baru Bermula pada Abad ke-14
Sarapan yang sekarang dianggap sebagai waktu makan yang paling penting tercatat baru dimulai pada abad 14 di Eropa.
Kebiasaan ini awalnya muncul di kalangan bangsawan Inggris, yang mengonsumsi sarapan untuk menunjukkan kelas sosialnya.
Saat itu, kaum bangsawan akan sarapan dengan menu yang terdiri dari sayuran, daging, dan berbagai bahan lainnya yang berkualitas tinggi.
Tradisi sarapan ini kemudian juga memunculkan kebiasaan membaca koran, yang biasa dilakukan saat sarapan.
Baca Juga: Berusia Puluhan Ribu Tahun, Bagaimana Lukisan Gua Bisa Tetap Awet?
Para Kaum Pekerja Juga Mulai Punya Tradisi Sarapan
Seiring berkembangnya waktu, kebiasaan sarapan tidak hanya dilakukan oleh kaum bangsawan saja, nih, teman-teman.
Setelah tradisi sarapan dilakukan oleh kaum bangsawan, petani, peternak, dan pekerja ladang lainnya juga mulai sarapan di pagi hari.
Tahun 1500-an, kaum pekerja, seperti pengrajin maupun buruh juga mulai sarapan di pagi hari.
Nah, berbeda dengan alasan kaum bangsawan, kaum pekerja akan sarapan di pagi hari agar mereka lebih maksimal saat bekerja.
Baca Juga: Mengapa Ada Monumen Berbahasa Jepang di Candi Mendut Magelang, ya?
Pada abad ke-16, sudah lebih banyak orang yang bekerja bagi orang lain dan bukan bekerja untuk dirinya sendiri, seperti mengurus ladang atau ternaknya.
Karena bekerja untuk orang lain, maka hal ini membuat mereka menjadi tidak bisa melakukan banyak hal untuk dirinya sendiri dan punya tanggung jawab yang lebih besar.
Inilah sebabnya, kebiasaan sarapan mulai menyebar, karena dengan mengonsumsi sarapan sebelum bekerja, hal ini dianggap akan menambah energi mereka saat bekerja.
Sehingga pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih maksimal.
Dulunya Sarapan Justru Dihindari untuk Dilakukan
Sebelum tradisi sasrapan mulai dilakukan pada abad ke-14, orang-orang pada masa Abad Pertengahan justru menentang sarapan, nih, teman-teman.
Makan pada pagi hari dianggap sebagai tindakan yang tidak diperbolehkan sekitar abad ke-13.
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan berpuasa sebelum melakukan doa pagi hari yang dilakukan umat Katolik pada masa itu.
Puasa dianggap sebagai salah satu hal yang berkaitan dengan agama mereka dan makan pada pagi hari artinya membatalkan puasa yang sudah dilakukan.
Baca Juga: Di Jawa Barat, Tentara Belanda Zaman Kolonial Mengonsumsi Roti Tan Keng Chu
Biasanya, yang melakukan sarapan pada Abad Pertengahan ini hanya orang yang sakit, perempuan, anak-anak dan orang tua saja, lo.
Sedangkan laki-laki tidak sarapan untuk menunjukkan kemampuannya berpuasa.
Namun dengan berkembangnya Revolusi Industri dan kebiasaan kaum bangsawan dalam meningkatkan status sosialnya, sarapan akhirnya menjadi sebuah tradisi.
Bahkan saat ini, sarapan dianggap sebagai waktu makan terpenting untuk memberikan energi untuk beraktivitas sepanjang hari.
Tonton video ini juga, yuk!