Taras membenarkan letak kaca matanya sambil berpikir serius. Ia membuka lipatan surat itu dan membacanya sekali lagi. “Terletak di batang tertinggi di daerah ini...” gumamnya. Tiba-tiba Taras tertegun. Sedetik kemudian, ia berseru, “Luna! Lihatlah! Apakah ada tempat yang lebih tinggi dari pohon itu?”
Luna menoleh berkeliling. “Ada! Ada! Mercusuar!” serunya penuh semangat.
Walaupun sudah lama tak dipakai, mercusuar itu masih berdiri menjulang dengan kokoh. Beberapa saat kemudian, Geng LOTRIA segera berkumpul di atas mercusuar itu. Angin bertiup kencang.
“Adduuuhhh... Aku takuuutttt, Kaaak...” Ota mengapit tangan Luna.
“Makanya jangan melihat ke bawah,” sahut Kiria sambil merapatkan jaketnya tanpa berani menoleh pada sekeliling.
“Dimana? Di sini tak ada apa-apa,” gumam Luna bingung.
Lagi-lagi Taras tertegun.
“Kenapa?” tanya Kiria.
“De jamu lagi?” tanya Ota cepat.
Luna tertawa geli, “De javu, Ota! Bukan jamu!” Namun, Taras menyahuti dengan anggukan yang serius.
“Kamu ingat sesuatu?” tanya Kiria antusias.
“Hanya de javu saja...” Taras menghela napas. “Mungkin karena waktu kecil aku sering memanjat naik ke sini.”