Bobo.id - Hai teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu cerpen anak hari ini, ya?
Cerpen anak hari ini berjudul Pita Mita.
Yuk, langsung saja kita baca cerpen anak hari ini!
--------------------------------------------------------------------
Baca Juga: Cerpen Anak: Ketika Janji Batal Terus
Mita memicingkan matanya. Ia melihat Alia adik Amanda, melintas di depan pintu pagar. Ada pita kuning muda di kuncirnya. Mita berlari kea rah pagar, namun Alia sudah menjauh. Mita terpaku menatap pita di rambutnya. Setengah berlari, ia kemudian menuju kamar. Mita mengecek kotak perhiasannya. “Oh, masih ada!” serunya, lalu meraih gulungan pita di kotak.
Pita itu berwarna kuning lembut. Ada gambar boneka yang tersenyum lebar dengan warna hijau terang. Pita itu oleh-oleh Tante Tania yang berkunjung saat liburan sekolah. “Pita ini keluaran terbaru. Pasti belum beredar di sini! Jadi, hanya kamu yang punya, Mita”! kata Tante Tania ketika itu.
Baca Juga: Cerpen Anak: Belajar dari Kesalahan
Mita melepas gulungan pita indah itu. Seketika dahinya mengerenyit. Pita itu tak sepanjang sebelumnya. Seseorang telah mengguntingnya. “Masa, sih, Manda?! Masa, sih, Alia?!” gumam Mita tak percaya. Seingatnya, ia tak pernah menunjukkan pita itu kepada Amanda dan Alia. Tetapi, kedua kaka beradik itu biasa bermain di kamarnya.
“Ah, aku harus selidiki dulu, tak boleh sembarangan menuduh!” gumam Mita.
Mita bergegas mengambil sepeda. Dikayuhnya sepeda menuju pertokoan Merdeka yang tak jauh dari rumah. Satu demi satu toko aksesoris di pertokoan itu dimasukinya. Tak satu pun toko menjual pita seperti miliknya. Akhirnya, Mita pun pulang sambil bertanya-tanya. Di mana Alia mendapakan pita kuning tadi?
Baca Juga: Sering Dianggap Sama, Inilah Perbedaan Kucing Anggora dan Persia
Sepeda Mita bergerak menuju rumah Amanda. Kebetulan, teman sekolahnya itu sedang bermain di teras. Amanda menyapa, “Hai, Mita, Main boneka, yuk!”
Mita mendekat dan memeluk sebuah boneka Amanda. “Tadi, aku lihat Alia lewat rumahku. Dia memakai pita kuning,” kata Mita.
“Itu pita baru. Belinya, sih, sudah seminggu lebih. Di Pertokoan Merdeka. Kamu mau beli juga?”
“Aku sudah punya,” sahut Mita. Hatinya mulai deg-degan. “Aku tadi sudah pergi ke semua toko aksesoris. Tapi, taka da pita seperti itu.”
Baca Juga: Meski Mirip Tupai Tanah, Hewan Ini Justru Bersaudara dengan Gajah, lo!
Amanda mengangkat alisnya. “Kenapa beli lagi? Katamu sudah punya.”
“Hilang,” jelas Mita. “Mm, maksudku hilang setengah. Padahal, Tante Tania memberiku panjang banget. Katanya, di kota ini belum ada yang jual.”
“Tapi, Alia dapat, tuh Beli!” sahut Amanda. Mita terdiam. Amanda menoleh. Alisnya terangkat curiga, lalu berkata, “Kamu mengira aku atau Aulia mengambil pitamu?”
“Aku engga bilang begitu! Makanya, tadi kuselidiki dulu ke toko-toko…” “sekarang kamu menyelidiki aku? Pikirmu, kami mencuri, ya?” potong Amanda gusar. Ia menarik boneka dari pelukan Mita.
Baca Juga: Punya Bentuk yang Mirip, Ini Dia Perbedaan Kue Cupcake dan Muffin
“Kamu, kok, jadi marah gitu?” Mita bangkit dari lantai.
“Siapa yang engga marah? Kalau Cuma pita, aku mampu beli!”
Kedua anak itu bertatapan sengit. Mita mulai marah juga. “Orang mencuri bukan karena tak mampu saja. Bisa juga karena sesuatu yang ia mau, tak ada di mana-mana!”
Mata Amanda terbelalak mendengar ucapan itu. Mita terdiam, lalu bergegas pergi sebelum Amanda semakin marah.
Baca Juga: Sudah Dimanfaatkan Sejak Ribuan Tahun Lalu, Cari Tahu Manfaat Lidah Buaya Bagi Tubuh, yuk!
“Huh, Manda, kok, marah, sih? Curiga, kan, boleh!” gerut Mita setiba di rumah. Rasa marahnya belum hilang. “Huh, aku curhat sama Mila saja!”
Mita lalu menelpon Mila, saudara perempuannya yang tinggal di kota lain. Dengan cepat, Mita bercerita kepada sepupunya itu. Mila bertanya di seberang telepon, “Maksudmu, tadinya kamu punya sehelai pita panjang? Sekarang, setengahnya hilang?”
“Iya! Kamu ingat, engga? Tante Tania pernah kasih aku pita yang panjang banget!” seru Mita.
“Ya, iyalah, aku ingat. Pita itu kamu potong jadi dua. Terus, kamu kasih ke aku…”
Baca Juga: Apakah Manusia Sudah Ada saat Dinosaurus Hidup di Bumi Jutaan Tahun Lalu?
Mita tertegun. Pikirannya langsung ingat saat liburan sekolah dua bulan lalu. Mila menginap beberapa hari di rumahnya. Ia senang sekali. Oleh-oleh Tante Tania ia tunjukkan, lalu mereka berbagi.
“Halo..” terdengar suara di seberang sana.
“Eh.. aku lupa sudah memberimu setengah pita itu…”
“Ya, ampuuun! Kamu lupa sudah kasih ke aku?” Suara Mila terdengar melengking. “Kamu harus minta maaf..”
“Ya, ya… Daa, daa, nanti kutelpon lagi.” Mita menutup telepon. Ia berlari ke garasi, mengambil sepedanya.
Baca Juga: Bagaimana Air Bisa Mengalirkan Listrik dan Membuat Tersetrum?
Tak beberapa lama, Mita sampai di rumah Amanda. Saat itu, Amanda bersiap-siap keluar rumah. Ia menggandeng adiknya. Mata Alia Nampak merah. Pada rambutnya yang dikuncir dua, taka da pita lagi. Pita indah itu ada di tangan Amanda.
“Nih, pita adikku, kalau kamu mengakui ini punyamu!” Amanda menjulurkan pita di tangannya kepada Mita. “Kubelikan Alia pita yang lain.”
“Itu pitaku, aku tak mau yang lain,’ rengek Alia. Air matanya menggenang.
Mita mengambil pita di tangan Amanda. Ia memasang kembali pita itu di kunciran Alia. Amanda menatap Mita dengan heran. “Aku tak mau bermusuhan gara-gara pita,” Kata Amanda.
Baca Juga: Inilah 5 Manfaat yang Akan Didapatkan Jika Tidur Menghadap Kiri
Amanda melongo. Mita menjelaskan lagi, “Barusan aku ke toko lagi. Kutunjukan pitaku. Kata penjaga toko, pita jenis itu sudah habis terjual. Aku beli model yang lebih baru.”
Mita mengeluarkan dari saku roknya, satu gulung pita berwarna biru langit dan berhias matahari jingga. Alia memekik kagum. Mita menyerahkan pita itu kepada Alia sembari berkata, “Buat kalian, tanda maafku!”
“Semuanya untukmu saja Alia,” kata Amanda. “Aku lebih suka boneka. Ayo kita main boneka, Mit!” ajak Amanda lagi. Lalu, ketiga anak perempuan itu bermain boneka dengan hati lega dan riang.
Cerita oleh: Lena D. Ilustrasi: Dok. Majalah Bobo
Baca Juga: Aman untuk Penderita Diabetes, Tanaman ini Bisa Jadi Pengganti Gula
Tonton video ini, yuk!
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR