"Bagus," ujar petani itu. "Anda benar-benar harus menjual kain penyihir itu kepada saya."
"Tentu saja," kata Foma. "Anda bisa memiliki potongan-potongan ini seharga lima puluh rubel, tapi Anda tidak bisa memiliki pesulapnya/penyihirnya."
Petani itu menghitung lima puluh rubel, tapi kemudian terus memohon Foma agar setuju untuk menjual seluruh kulitnya seharga dua ratus rubel.
"Pertama, kamu harus membiasakan diri dengan kain penyihir berjerawat ini." kata Foma kepada petani itu. "Sebelum Anda mencobanya, Anda harus tidur dengan menutupi dirimu dengan kain ini hingga dua malam."
Petani itu tertidur di kandang sapi, sementara Foma tidur di dekat perapian. Keesokan paginya, ia pulang dengan riang. Dia membawa roti segar, ham, domba panggang dan bebek.
Dia duduk di depan pintu rumahnya dan makan dengan senang hati. Hakim yang pernah menipunya datang dan berkata dengan heran,
"Ada apa ini? Kemarin sapimu mati. Tapi sekarang, kenapa kamu bisa makan makanan mewah?”
"Saya baru saja menjual kulit sapi saya dengan harga tiga ratus rubel."
"Tiga ratus rubel?" Tanya hakim kaget. "Kamu bisa beli keseluruhan kawanan dengan jumlah seperti itu."
"Mungkin harga sapi sedang naik harganya." Kata Foma tak peduli, sambil mengunyah domba panggang dan mengosongkan sakunya, mengeluarkan tumpukan rubel emas.
"Siapa yang memberi begitu banyak uang untuk kulitmu?" Tanya hakim tersebut.
"Petani kaya yang tinggal di pertanian sepi," jelas Foma.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR