“Apakah namamu Tuan Hsu?” tanya pemilik penginapan terburu-buru.
Hsu terkejut. “Betul. Darimana kau tahu namaku Hsu?”
“Apakah kau berasal dari desa Tzŭ-chou?”
Hsü semakin heran. “darimana kau tahu asalku?”
Pemilik penginapan bergegas lari keluar dari penginapan itu. Ia lalu kembali lagi dengan membawa banyak orang. Tempat itu kini penuh sesak dengan orang tua dan muda, pria, wanita, dan anak-anak, semua datang untuk mengunjungi Hsü.
Mereka kemudian memberi tahu Hsu bahwa beberapa malam sebelumnya, mereka melihat dewa pelindung desa mereka menampakkan diri. Ia memberi tahu bahwa Tuan Hsu akan segera tiba.
“Dewa pelindung menyuruh kami menyambut anda dan memberi penginapan. Juga membiayai perjalanan pulang Anda.”
Hsü sangat tercengang. Ia langsung pergi ke kuil, dan memanggil temannya itu,
“Sejak kita berpisah, aku setiap hari dan setiap malam memikirkanmu. Aku datang memenuhi janjiku untuk datang menemuimu. Aku harus berterima kasih atas perintah yang telah kamu berikan kepada orang-orang di tempat ini. Saya tidak memiliki apa pun untukmu. Kecuali teh dari daun teh terbaik desaku. Dan beberapa mantau. Aku doakan untuk semua ini. Terimalah, dan anggaplah kita sedang minum bersama di tepi sungai.”
Dia kemudian membakar dupa. Tiba-tiba angin bertiup dan berputar-putar di belakang kuil. Semuanya lalu sunyi.
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR