Bobo.id - Demokrasi liberal merupakan salah satu demokrasi yang pernah dianut oleh negara Indonesia pada tahun 1949-1959.
Secara umum, demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi hak individu dari kekuasaan pemerintah secara konstitusional.
Dilansir dari Kompas.com, ciri-ciri demokrasi liberal, antara lain:
- Menggunakan konstitusi UUDS 1950.
- Menggunakan bentuk pemerintah kabinet parlementer.
- Pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri.
- Keputusan didasarkan pada suara mayoritas.
- Kekuasaan tidak terkonsentrasi pada satu titik saja.
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa ini masih terseok-seok karena politik dan perekonomian masih belum tertata dan belum stabil.
Keterpurukan ekonomi pada masa itu membuat pemerintah kemudian mengeluarkan sejumlah kebijakan besar. Apa saja? Cari tahu, yuk!
Kebijakan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal
Baca Juga: Demokrasi Liberal: Pengertian, Ciri, Kelebihan dan Kekurangan, serta Daftar Negara yang Menganutnya
1. Gunting Syafruddin
Gunting Syafruddin merupakan kebijakan pemotongan nilai uang atau sanering yang diambil dari Menteri Keuangan Syarifuddin Prawiranegara.
Pada 20 Maret 1950, semua uang yang bernilai Rp 2,50 ke atas akan dipotong nilainya hingga setengahnya.
Tujuannya adalah untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 5,1 miliar. Dengan kebijakan ini, jumlah uang yang beredar bisa berkurang.
2. Gerakan Benteng
Gerakan Benteng merupakan sistem ekonomi yang bertujuan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional.
Sistem ini dicanangkan oleh Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto.
Gerakan Benteng pada saat itu diwujudkan dengan menumbuhkan pengusaha Indonesia lewat kredit, teman-teman.
Sayangnya, program ini dikatakan gagal karena pengusaha yang ada saat itu tidak mampu bersaing.
Kegagalan ini justru menambah defisit anggaran dari Rp 1,7 miliar pada tahun 1951 menjadi Rp 3 miliar pada tahun 1952.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Baca Juga: Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi Liberal, Terpimpin, Pancasila Orde Baru, dan Pancasila Orde Lama
Pada tahun 1951, pemerintah menasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, teman-teman.
Bank milik Belanda itu dijadikan sepenuhnya bank milik Indonesia untuk menaikkan pendapatan, menurunkan biaya ekspor, dan menghemat drastis.
Sebab sebelumnya, operasional De Javasche Bank ini masih membutuhkan persetujuan dari Belanda.
Dengan nasionalisasi bank milik Belanda, pemerintah lebih leluasa dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba ini diprakarsai oleh seorang Menteri Perekonomian Kabinet Ali I, yakni Iskaq Tjokrohadisurjo.
Program ini diberi nama Ali Baba karena melibatkan pengusaha pribumi (Ali) dan pengusaha keturunan Tionghoa (Baba).
Lewat program ini, pengusaha keturunan Tionghoa diwajibkan untuk melatih tenaga yang ada di Indonesia alias pribumi.
Sebagai imbalan, para pengusaha keturunan Tionghoa akan mendapat bantuan kredit dan lisensi dari pemerintah.
Sayangnya, sistem ekonomi ini mengalami kegagalan karena beberapa hal berikut ini:
- Banyaknya pengusaha pribumi yang mengalihkan usaha mereka kepada para pengusaha non-pribumi.
Baca Juga: Contoh Soal dan Pembahasan Materi Jenis-Jenis Demokrasi di Dunia
- Kredit yang diberikan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pengusaha pribumi.
- Kredit yang awalnya ditujukan untuk mendorong kegiatan produksi justru digunakan untuk kegiatan konsumsi.
- Pengusaha pribumi gagal dalam memanfaatkan kredit secara maksimal sehingga kurang berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia.
5. Persaingan Finansial Ekonomi
Utang kepada belanda seperti yang disepakati lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) tentu saja memberatkan Indonesia.
Oleh karena itu pada 7 Januari 1956, Indonesia memutuskan langkah Finansial Ekonomi atau Finek, isinya:
- Persetujuan hasil KMB dibatalkan.
- Indonesia keluar dari Uni Indonesia-Belanda
Akibatnya banyak pengusaha Belanda menjual perusahaannya, sementara pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan itu.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional merancang Rencana Pembangunan Lima Tahun atau RPLT.
Baca Juga: Pernah Digunakan di Indonesia, Ini Ciri-Ciri Demokrasi Parlementer
Sebab saat itu kabinet pemerintahan kerap berganti yang berakibat pembangunan berjalan tersendat karena disibukkan persaingan politik.
RPLT disetujui DPR pada 11 November 1958. Pembiayaan Rp 12,5 miliar rencananya akan digunakan untuk pembangunan selama 1956-1961.
Namun, Rencana Pembangunan Lima Tahun ini tidak berjalan karena depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barta.
Depresi itu juga berdampak pada perekonomian dalam negeri, seperti ekspor lesu dan pendapatan negara yang merosot.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)
Tahukah teman-teman? Di masa Kabinet Juanda, terjadi kesenjangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Masalah kesenjangan ini pun kemudian diatasi dengan diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).
Munap mengubah rencana pembangunan yang sudah ditetapkan agar lebih sesuai dengan kebutuhan.
Meski begitu, Munap tetap bisa menyelesaikan masalah karena terjadi pemberontakan politik PRRI/Permesta.
Nah, itulah tujuh kebijakan ekonomi pada masa Demokrasi Liberal. Semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk teman-teman, ya.
Baca Juga: Berlangsung dari Tahun 1965 hingga 1998, Ini 4 Karakteristik Pemerintahan Orde Baru
(Penulis: Nibras Nada Nailufar)
----
Kuis! |
Apa saja ciri-ciri masa demokrasi liberal? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com,gramedia.com |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR