Bobo.id - Apakah teman-teman tahu apa saja jenis tembang atau lagu dalam budaya dan bahasa Jawa?
Sejak zaman dahulu, banyak karya berupa lagu yang diciptakan oleh suku Jawa. Lagu tersebut adalah tembang atau sekar.
Dengan berjalannya waktu, ada banyak macam macam tembang yang muncul dengan fungsi dan ciri khas masing-masing.
Tembang atau lagu merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang berkembang di Jawa dari zaman kerajaan kuno hingga saat ini.
Bukan sekedar nyanyian, semua tembang Jawa ternyata memiliki tujuan dan filosofinya tersendiri, teman-teman.
Tembang-tembang Jawa ini terikat dengan beberapa aturan tertentu, seperti jumlah suku kata dan jatuhnya vokal di akhir baru atau rima.
Nah, kali ini Bobo akan memberikan penjelasan terkait tiga jenis tembang dalam budaya Jawa. Simak, yuk!
1. Tembang Gedhe atau Sekar Ageng
Jenis tembang Jawa yang pertama adalah tembang gedhe (sekar ageng) atau bisa disebut dengan tembang klasik.
Umumnya, tembang gedhe ini banyak digunakan untuk pembuka gendhing dan dinyanyikan dalam pertunjukan wayang.
O iya, tembang gedhe memiliki aturan-aturan yang cukup mengikat, seperti jumlah suku kata dalam tiap baris.
Baca Juga: Kisah Tari Janger, Dulunya Kesenian Hiburan bagi Para Remaja Bali
Secara umum, ciri-ciri tembang gedhe adalah sebagai berikut:
- Menggunakan bahasa jawa kuno.
- Satu bait terdiri dari empat gatra atau baris.
- Memiliki guru lagu atau rima.
- Jumlah wanda atau suku kata di semua baris sama.
Menariknya, tembang gedhe atau sekar ageng ini diketahui sudah populer sejak zaman kerajaan kuno, lo.
Beberapa contoh tembang gedhe, antara lain:
- Candrakusuma.
- Kusumastuti.
- Mauretna.
- Citramengeng.
Baca Juga: Macapat, Tembang Kehidupan
2. Tembang Tengahan atau Sekar Madya
Nah setelah tembang gedhe, muncullah tembang tengahan yang juga biasa disebut dengan sekar madya.
Bahasa yang digunakan dalam tembang tengahan cenderung lebih modern dibanding dengan tembang gedhe.
Tembang tengahan juga masih termasuk tembang klasik yang dulunya sempat ditulis menggunakan aksara Jawa.
Buku yang bercerita menggunakan tembang tengahan disebut kidung, contohnya seperti kidung Sundhayana hingga kidung Ranggalawe.
Tembang tengahan mengandung filosofi tentang kehidupan masyarakat Jawa sehingga tertulis dalam kidung.
O iya, secara teknis, tembang tengahan juga digunakan untuk “mbawani gendhing” atau membuka gendhing.
Sama halnya dengan tembang klasik lainnya, tembang tengahan juga memiliki sejumlah ciri-ciri, seperti:
- Tiap gatra tidak lebih dari 8 wanda, tanpa lampah.
- Menggunakan bahasa Jawa baru.
- Terikat guru wilangan.
Baca Juga: 20 Contoh Peribahasa Jawa, Lengkap Beserta Arti dalam Bahasa Indonesia
- Menggunakan nada tinggi.
- Terikat dengan dhong-dhinge lagu.
Beberapa contoh tembang tengahan, antara lain:
- Balabak.
- Girisa.
- Juru Demung.
- Wirangrong.
3. Tembang Macapat atau Sekar Alit
Nah, kalau tembang macapat atau sekar alit ini merupakan jenis tembang yang paling modern, teman-teman.
Hal ini karena eksistensi tembang macapat atau sekar alit ini diperkirakan ada di sekitar zaman akhir Kerajaan Mataram.
Meski terbilang cukup modern, tembang macapat masih terikat aturan, seperti guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Baca Juga: 10 Contoh Peribahasa Jawa, Lengkap Beserta Arti dalam Bahasa Indonesia
O iya, berbeda dengan tembang lainnya, untuk mengiringi tembang macapat tidak diperlukan gamelan.
Beberapa contoh tembang macapat, antara lain:
- Kinanthi.
- Megatruh.
- Gambuh.
- Asmarandana.
- Maskumambang.
Nah, itulah penjelasan lengkap terkait tiga jenis tembang Jawa. Semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk teman-teman, ya.
(Penulis: Jestica Anna)
----
Kuis! |
Apa yang dimaksud dengan tembang? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan dunia satwa? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo dan Mombi SD.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Penglihatan Mulai Buram? Ini 3 Hal yang Bisa Jadi Penyebab Mata Minus pada Anak-Anak
Source | : | Kompas.com,Adjar.id |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR