Jadi, Kek Rokoko lalu tinggal dengan putra tertuanya, Rakaka. Mula-mula, Rakaka memperlakukan ayahnya dengan baik.
Setiap ada tamu yang datang ke rumahnya, Rakaka selalu memperkenalkan ayahnya.
"Aku selalu memberi ayahku makan dan minum yang sehat. Aku juga memperhatikan perlengkapan pakaiannya. Bulan depan, ada Festival Keluarga Kurcaci. Aku akan belikan pakaian baru untuk Ayah,” kata Rakaka pada teman-temannya.
“Kamu memang kurcaci baik, Rakaka. Kamu sangat berbakti pada orang tuamu,” puji teman-teman Rakaka.
Selama beberapa bulan, Rakaka sangat memerhatikan Kek Rokoko, terutama pada saat teman-temannya berkunjung ke rumah. Kek Rokoko terharu dan berpikir Rakaka adalah anaknya yang paling baik.
Akan tetapi, setelah beberapa waktu kemudian, Rakaka mulai bosan bersikap ramah pada ayahnya.
Ternyata selama ini ia hanya berpura-pura agar dianggap sebagai kurcaci baik oleh teman-temannya.
Kini, Rakaka kadang berteriak kasar pada ayahnya. Ia juga mulai malas menyiapkan makanan untuk Kek Rokoko. Apalagi menyuapi Kek Rokoko di saat kurcaci tua itu sakit.
Kek Rokoko sangat sedih. Akhirnya, ia pun pindah ke rumah putra keduanya. Ia berpikir Rikiki mungkin lebih baik. Namun, ternyata sikap Rikiki tidak bebeda dengan kakaknya.
“Huh, dulu aku bisa sering pergi dengan teman-temanku. Mendaki gunung, memancing, atau berburu di hutan. Sekarang, waktuku habis di rumah karena harus mengurusi Ayah!” keluh Rikiki dengan wajah masam.
Kek Rokoko sangat sedih. Ia meneteskan airmata dan keluar diam-diam dari rumah itu. Ia tak tahan lagi tinggal di rumah Rikiki.
Baca Juga: Cerita Lucu: Kacamata Debby #MendongenguntukCerdas
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR