Bobo.id - Sebagai anak yang baik, kita harus bersikap sopan dan menyayangi kedua orang tua kita.
Hal itu karena orang tua kita sudah susah payah merawat dan membiayai kita sejak kecil hingga sekarang.
Kali ini Bobo membawakan dongeng tentang tiga orang anak yang tidak berterima kasih pada ayahnya.
Mereka tidak mau merawat ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan.
Akhirnya sang ayah bertemu seorang bangsawan dan mereka berdua menyusun rencana agar anak-anaknya mau mengurusnya.
Seperti apa kisahnya? Simak dongeng berikut ini, yuk!
Anak-Anak yang Tak Berterima Kasih
Cerita oleh: Arsip dan dokumentasi Majalah Bobo
Dahulu kala, di sebuah desa kurcaci, tinggallah kurcaci tua yang sederhana. Ia biasa dipanggil Kek Rokoko. Kurcaci tua ini mempunyai tiga putra bernama Rakaka, Rikiki, dan Rekeke.
Pada suatu hari, Kek Rokoko merasa tubuhnya semakin lemah. Ia tak bisa lagi hidup sendirian.
"Aku akan melewati masa tuaku di antara anak-anakku," pikirnya.
Baca Juga: Dongeng Anak: Putri yang Tidak Bisa Bicara #MendongenguntukCerdas
Jadi, Kek Rokoko lalu tinggal dengan putra tertuanya, Rakaka. Mula-mula, Rakaka memperlakukan ayahnya dengan baik.
Setiap ada tamu yang datang ke rumahnya, Rakaka selalu memperkenalkan ayahnya.
"Aku selalu memberi ayahku makan dan minum yang sehat. Aku juga memperhatikan perlengkapan pakaiannya. Bulan depan, ada Festival Keluarga Kurcaci. Aku akan belikan pakaian baru untuk Ayah,” kata Rakaka pada teman-temannya.
“Kamu memang kurcaci baik, Rakaka. Kamu sangat berbakti pada orang tuamu,” puji teman-teman Rakaka.
Selama beberapa bulan, Rakaka sangat memerhatikan Kek Rokoko, terutama pada saat teman-temannya berkunjung ke rumah. Kek Rokoko terharu dan berpikir Rakaka adalah anaknya yang paling baik.
Akan tetapi, setelah beberapa waktu kemudian, Rakaka mulai bosan bersikap ramah pada ayahnya.
Ternyata selama ini ia hanya berpura-pura agar dianggap sebagai kurcaci baik oleh teman-temannya.
Kini, Rakaka kadang berteriak kasar pada ayahnya. Ia juga mulai malas menyiapkan makanan untuk Kek Rokoko. Apalagi menyuapi Kek Rokoko di saat kurcaci tua itu sakit.
Kek Rokoko sangat sedih. Akhirnya, ia pun pindah ke rumah putra keduanya. Ia berpikir Rikiki mungkin lebih baik. Namun, ternyata sikap Rikiki tidak bebeda dengan kakaknya.
“Huh, dulu aku bisa sering pergi dengan teman-temanku. Mendaki gunung, memancing, atau berburu di hutan. Sekarang, waktuku habis di rumah karena harus mengurusi Ayah!” keluh Rikiki dengan wajah masam.
Kek Rokoko sangat sedih. Ia meneteskan airmata dan keluar diam-diam dari rumah itu. Ia tak tahan lagi tinggal di rumah Rikiki.
Baca Juga: Cerita Lucu: Kacamata Debby #MendongenguntukCerdas
Akhirnya ia pergi ke rumah putra ketiganya, Rekeke. Namun, Rekeke pun sama saja. Mereka semua bersikap kasar pada Kek Rokoko.
Kepala desa di desa kurcaci itu akhirnya tahu sikap ketiga kurcaci itu. Ia memanggil Rakaka, Rikiki, dan Rekeke.
“Kalian bertiga harus memutuskan, siapa yang harus mengurusi ayah kalian yang sudah tua itu. Kek Rokoko tak mungkin tinggal sendirian,” kata Kepala Desa.
Ketiga kurcaci itu lalu pulang. Di tengah jalan, mereka berhenti di taman dan berunding. Mereka saling melempar tanggung jawab.
Mereka bertengkar tentang siapa yang wajib menjaga Ayah dan siapa yang tidak wajib menjaga Ayah. Masing-masing mencari alasan.
"Kau anak tertua. Kau yang harus menjaga ayah, Rakaka!” kata Rikiki dan Rekeke.
“Aku terlalu miskin dan rumahku kecil,” kata Rekeke.
“Aku juga sakit-sakitan. Mana mungkin menjaga Ayah,” kata Rikiki.
“Aku ini nelayan. Aku pergi malam dan pulang pagi. Percuma saja Ayah di rumahku karena aku tak bisa menjaganya!” kata Rakaka.
Ketiga anak itu akhirnya menemui Kek Rokoko.
"Ayah, pergilah ke mana pun Ayah ingin pergi. Asalkan tidak tinggal dengan kami,” kata mereka.
Baca Juga: Asal-usul Naga, Makhluk Mitologi yang Populer di Dunia, Benarkah Hanya Mitos? #MendongenguntukCerdas
Kek Rokoko sangat sedih dan menangis.
“Ayah tidak tahu harus pergi ke mana,” katanya.
Ketiga kurcaci itu akhirnya berunding lagi. Mereka akhirnya membuat keputusan.
“Di tepi hutan, ada sebuah pondok bekas milik kurcaci pemburu. Pondok itu sekarang sudah kosong. Ayah tinggal saja di sana. Nanti kami bergantian mengantarkan makanan untuk Ayah ke sana,” kata mereka.
Kek Rokoko menangis sedih. Ia tak bisa membayangkan tinggal sendirian di tepi hutan.
Bagaimana kalau anak-anaknya lupa membawakan makanan dan minuman untuknya?
Ia sudah terlalu tua untuk pergi berburu. Kakinya juga tak kuat untuk pergi ke sungai mengambil air.
Namun, keputusan ketiga anaknya itu sudah bulat. Kek Rokoko pasrah dibawa ke tepi hutan.
Pakaian dan perlengkapannya dibawa juga ke dalam pondok kecil bekas milik pemburu. Ia lalu ditinggal disana dengan makanan dan minuman secukupnya.
Ketika hari menjelang sore, Kek Rokoko merasa sangat kesepian. Ia berjalan pelan di jalan setapak tepi hutan.
Pada saat itu, ia berpapasan dengan sebuah kereta kuda mewah milik kurcaci bangsawan. Kek Rokoko membuka topinya dan membungkuk memberi hormat.
Baca Juga: Dongeng Anak: Apel Tertawa dan Apel Menangis #MendongenguntukCerdas
Tak disangka, kereta kuda itu berhenti. Lalu, keluarlah kurcaci bangsawan dari gerobak itu.
Pakaian kurcaci itu sangat mewah. Kek Rokoko tahu, itu adalah kurcaci Lebonbon yang terkenal kaya dan bijak.
“Kakek Tua, apa yang kau lakukan di tepi hutan begini? Mengapa kau sendirian?”
Kek Rokoko terharu karena bangsawan Lebonbon memerhatikannya. Ia lalu menceritakan kesedihannya.
“Mungkin sudah begini nasibku, Tuan Lebonbon. Aku sendirian di hari tuaku karena ketiga anakku tak mau menerima aku. Mereka punya rumah sendiri-sendiri, tapi tega mengirimku ke pondok pemburu di tepi hutan ini...”
Kurcaci Lebonbon mendengar cerita Kek Rokoko dengan tekun. Ia merasa iba pada orangtua itu. Ia tampak terdiam, berpikir beberapa saat.
“Kakek tua, terlalu bahaya kau tinggal sendirian di tepi hutan ini. Kembalilah ke rumahmu sendiri. Aku yakin, anak-anakmu tak akan mengirimmu ke pondok pemburu lagi. Jangan menangis dan jangan takut lagi. Aku punya rencana untukmu,” katanya.
Dengan telaten, kurcaci Lebonbon lalu menjelaskan rencananya.
“Kakek harus lakukan semua yang aku katakan tadi. Percayalah, semua akan beres,” katanya.
Kek Rokoko sangat gembira mendengar rencana bangsawan Lebonbon.
Bangsawan Lebonbon lalu mengeluarkan dompetnya yang terbuat dari tenunan benang emas indah.
Kek Rokoko mengagumi keindahan dompet itu. Itu adalah dompet mahal yang hanya bisa dimiliki kurcaci bangsawan kaya.
“Dompet yang indah sekali...” puji Kek Rokoko kagum.
Bangsawan Rokoko mulai mengisi dompet itu dengan beberapa helai uang besar. Ketika dompet itu sudah tebal sekali, ia memberikannya pada Kek Rokoko.
"Ambillah dompet serta uang di dalamnya ini untukmu. Pulanglah ke rumahmu,” kata kurcaci Lebonbon.
"Setiba di rumahmu, panggillah ketiga anakmu dan ceritakanlah apa yang kukatakan tadi. Rencana kita pasti berhasil,” katanya lagi.
Bangsawan Lebonbon memberikan salah satu kudanya yang terbaik untuk Kek Rokoko. Kuda itu membawa Kek Rokoko kembali ke rumahnya di desa.
Sesuai rencana bangsawan Lebonbon, Kek Rokoko mengumpulkan ketiga anaknya di rumahnya.
“Anak-anakku, dahulu, ketika Ayah masih muda, Ayah menabung uang cukup banyak. Ayah tidak menghabiskan harta karena Ayah menabung untuk hari tua. Tadi pagi, setelah kalian pergi, Ayah pergi ke hutan dan menggali lubang di bawah pohon ek. Di situlah Ayah menyimpan tabungan Ayah.
“Ayah tidak terlalu memerhatikan uang itu lagi, karena Ayah punya anak-anak yang baik. Namun, waktu kalian mengirim Ayah untuk tinggal di pondok di tepi hutan itu, Ayah terpaksa menggali tabungan di pohon ek itu.
“Ayah pikir, jangan-jangan peti berisi uang perak milik Ayah itu sudah hilang. Ayah menggali tanah di bawah pohon ek itu, dan ternyata peti itu masih ada. Peti itu nantinya akan Ayah wariskan pada kalian.
“Ayah akan menyimpannya sampai Ayah meninggal. Setelah Ayah meninggal nanti, silakan kalian berembuk.
Baca Juga: Dongeng Anak: Raja Pohon Maple #MendongenguntukCerdas
"Siapa saja yang paling menyayangi Ayah, yang sering menjaga Ayah, tidak menggerutu saat menyiapkan makanan, dan memberikan pakaian bersih untuk Ayah, maka anak itulah yang akan mendapatkan separuh dari uang perak di peti harta Ayah. Sisanya yang separuh, dibagi dua lagi untuk dua anak lain.
“Jadi sekarang, anak-anakku, Ayah akan kembali ke rumah Ayah. Lalu sesekali menginap di rumah kalian. Ayah tidak akan tinggal di pondok di tepi hutan lagi. Sebagian uang sudah Ayah ambil dan akan membiayai makan dan pakaian Ayah selama Ayah hidup.”
Kek Rokoko lalu memerlihatkan uang di dalam dompet indahnya. Ketiga putranya itu mendelik melihat uang yang banyak di dalam dompet indah ayah mereka.
Sejak Kek Rokoko berkata begitu, ketiga putranya setiap hari berebutan meminta ayah mereka untuk menginap di rumah mereka. Rakaka, Rikiki, dan Rekeke memperlakukan ayah mereka dengan sangat baik.
Apalagi setelah Kek Rokoko meminta bantuan ketiga anaknya itu untuk menggali tanah di bawah pohon ek di tepi hutan.
Mereka menemukan sebuah peti harta karun. Namun, Kek Rokoko melarang peti itu dibuka sebelum ia meninggal.
Ketiga anaknya itu menggotong peti itu ke rumah Kek Rokoko. Peti itu berat sehingga ketiga anak itu mengira uang perak di dalamnya pasti banyak sekali.
"Rumahku rasanya sepi tanpa Ayah. Menginaplah di rumahku!” kata Rakaka.
“Rumahku kecil, tapi menjadi ceria kalau Ayah tinggal di rumahku,” kata Rikiki.
Rekeke juga meminta ayahnya tinggal bersamanya.
Ke mana pun Kek Rokoko menginap, ia selalu membawa peti harta karunnya. Saat tidur, tangannya selalu ada di atas peti sehingga anak-anaknya tak bisa membuka dan melihat isinya.
Baca Juga: Dongeng Anak: Putri dari Hutan Bambu #MendongenguntukCerdas
Suatu hari, ketika mereka mencoba membuka petinya, Kek Rokoko terbangun dari tidurnya. Ia hanya tersenyum dan berkata pada ketiga anaknya,
"Setelah kematian Ayah, kalian akan memiliki isi peti ini, tapi tidak sekarang.”
Jadi, ketiga bersaudara itu merawat ayah mereka dengan baik. Masing-masing berusaha melakukan yang terbaik.
Kek Rokoko membiayai makanan dan pakaiannya sendiri dengan uang dari bangsawan Lebonbon. Tentu saja ia menyuruh ketiga anaknya untuk membelikan keperluannya.
Ketiga anaknya itu memperlakukannya dengan baik sekarang. Kek Rokoko tinggal di rumah mereka bagai raja. Semua yang diperintahkannya dituruti.
Namun, tidak lama kemudian, Kek Rokoko meninggal dunia. Sisa uang di dompetnya digunakan oleh ketiga anaknya untuk membeli banyak bunga.
Di pemakaman, bunga-bunga indah menghiasi makamnya sehingga warga desa mengira ketiga anak itu sangat mencintai ayah mereka.
Bangsawan Lebonbon juga hadir di pemakaman dan meneteskan air mata sedih.
Apalagi pada saat melihat ketiga putra Kek Rokoko yang buru buru pulang karena ingin membuka peti harta karun.
Mereka mengguncang peti itu. Terdengar bunyi gemerincing sehingga mereka mengira uang di dalamnya pasti banyak. Mereka pun membukanya.
Betapa terkejutnya mereka karena di dalamnya ternyata hanya pecahan kaca! Mereka tidak mempercayai mata mereka. Mereka menggeledah di antara kaca, tetapi tidak ada uang sekali.
Baca Juga: Fakta Menarik Ikan Mas yang Sering Muncul dalam Dongeng Indonesia #MendongenguntukCerdas
"Kenapa!" teriak ketiga anak itu. “Kenapa Ayah membohongi kita? Kenapa ia hanya mewariskan pecahan kaca pada kita?!”
Tiba-tiba muncul bangsawan Lebonbon. Ia berkata,
“Sejak muda, ayah kalian sudah merawat kalian dengan baik. Setelah tua, harusnya giliran kalian yang merawatnya.
"Dia cuma ingin tinggal bersama anak-anaknya di akhir usianya yang tak lama. Kalau saja dia tak punya anak, pasti sudah aku ajak pulang bersamaku dan akan kurawat dia dengan baik.
“Namun, aku tak ada artinya buat dia. Dia hanya mau anak anaknya. Sayang, kalian tidak mau mengurusi ayah kalian.
"Itu sebabnya, aku mengajarinya rencana ini! Rencana pura-pura punya harta karun. Dan ternyata berhasil. Kalian mengurusinya dengan baik setelah tahu dia punya harta karun!”
Ketiga saudara itu sangat malu karena sifat mereka diketahui oleh bangawan Lebonbon yang dihormati di desa itu.
“Akulah yang membohongi kalian, bukan ayah kalian! Dia hanya orang tua yang sedang sedih karena dibuang ke tepi hutan...”
Bangsawan Lebonbon lalu pergi meninggalkan mereka.
Rakaka, Rikiki dan Rekeke sangat malu dan sedih. Ayah mereka sampai melakukan hal itu karena mereka tak mau mengurusinya.
Ketiga saudara itu merasa sangat menyesal telah tidak peduli pada ayah mereka. Sayangnya, ayah mereka telah meninggal. Penyesalan mereka sungguh terlambat...
Baca Juga: Mengenal Legenda Peri Gigi yang Menghibur saat Kehilangan Gigi Susu Pertama #MendongenguntukCerdas
#MendongenguntukCerdas
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan dunia satwa? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo dan Mombi SD.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR