Uh, betapa sibuknya aku hari ini! Ah, salah! Bukan hari ini saja, tiap hari aku sibuk! Banyak sekali kegiatan yang kuikuti. Les piano, les tari Bali, les bahasa Inggris, serta les renang. Belum lagi kegiatan sekolah seperti jadi pengurus OSIS, koperasi, dan majalah dinding sekolah. Ditambah lagi jadi anggota vokal grup.
Pantas, kan, kalau aku pulang capek begini? Tadi ada rapat OSIS. Seharusnya pulang sekolah pukul setengah satu jadi mundur satu jam.
"Halo, Mbak Karin!" sapa adikku Aya, membukakan pintu. "Terlambat lagi, ya!"
Aku hanya menanggapi dengan senyum. Dijelaskan mengenai rapat tadi, toh adikku ini tak akan mengerti.
Setelah berganti pakaian, aku dan Aya makan siang bersama.
Sebenarnya Aya bisa makan lebih dahulu. la pulang sekolah jauh lebih awal dariku. Tetapi Aya lebih suka makan bersamasama denganku. Di meja makan, ada-ada saja ceritanya.
"Mbak Karin, Aya ada PR," lapornya kali ini.
"Pasti ... matematika!" tebakku. Habis, pelajaran apalagi yang menyulitkan adikku yang kelas dua SD itu?
"Seratus!" Aya mengacungkan jempolnya. "Mbak Karin yang bantu membuatnya ya, jangan Mama terus!"
Aku mengangguk saja.
"Habis tidur siang, ya!"
Sekali lagi aku mengangguk.
Tetapi, astaga, aku baru bangun pukul empat! Tak ada waktu lagi untuk membantu Aya mengerjakan PR. Aku hams segera berangkat ke tempat les bahasa Inggris.
"Mbak Karin jangan pergi, dong!" Aya merengek ketika melihatku berkemas-kemas.
"Mbak mau les."
“Tadi sudah janji ..." Aya merajuk.
"Minta tolong Mama sajalah.”
"Mama melulu."
"Kalau begitu, nanti malam saja ya!" usulku.
"Mbak pasti sibuk lagi," tukas Aya.
"Oh ... iya!" Aku menepuk dahiku. "Nanti malam Mbak harus membuat laporan rapat tadi siang."
Aya meninggalkanku dengan kecewa. Tak tega aku melihatnya. Tetapi, bagaimana lagi!
"Karin," Mama menegurku."Jangan mengecewakan adikmu terus menerus, dong!"
"Bukan maksud Karin, Ma," sahutku.
"Mama mengerti," ujar Mama. "Mama senang kau ikut banyak kegiatan. Tapi Mama lebih senang kalau kau juga punya waktu luang untuk adikmu. Jangan sampai kau melupakannya!"
Ah, Mama ada-ada saja! Tentu saja aku tak melupakan Aya! Dia, kan, adikku satu-satunya. Aku sayang padanya!
Sering sekali Mama mengada-ada. Masa, Mama pernah mengusulkan agar aku mengajak Aya ke tempat les piano dan tari Bali. Itu, kan, hanya merepotkanku saja. Apalagi kalau mengajaknya renang. Uh, bisa-bisa waktuku habis untuk mengawasinya!
Kadang-kadang aku sadar Aya kesepian. Tetapi dia terlalu kecil untuk jadi teman bermainku. Bila hari Minggu, aku lebih suka bermain-main dengan teman-teman sebayaku. Padahal aku tahu Aya ingin berada di dekatku. Aya begitu bangga padaku.
Ah, memikirkan Aya, aku jadi sedih. Sepulang les, aku berjanji akan menemaninya mengerjakan PR.
Bukan Aya yang kujumpai ketika pulang, melainkan sehelai surat di meja belajarku. Gemetar juga aku membacanya.
Mbak Karin,
Mama Dian juga bisa membantu Dian mengerjakan PR matematika. Tapi, Mbak Riri yang lebih sering membantu. Kenapa Mbak Karin nggak bisa begitu?
Aya tidak akan pulang, Mbak Karin. Aya mau tinggal di rumah Dian saja. Aya mau jadi adiknya Mbak Riri. Bilang sama Mama, ya ....
Kubaca surat pendek itu berulang- ulang. Aku tak tahu mesti melakukan apa.
"Karin!" terdengar panggilan Mama. "Coba kaususul adikmu di rumah Dian! Heran, buat PR saja sampai petang begini!"
Bagai terbang aku ke rumah teman adikku itu. Syukur, Aya mau saja kuajak pulang. Sepanjang perjalanan pulang, kupegang tangan Aya erat-erat. Tak akan kubiarkan ia jadi adik orang lain. Aku, kan, bisa jadi Mbak Riri bagi adikku sendiri.
"Mbak Karin tidak baca surat Aya?" tanya Aya.
Aku mengangguk.
"Kenapa Mbak Karin menjemput Aya?"
Aku menghentikan langkahku. Kupegang kedua tangan adikku dan membungkuk menatap wajah beningnya.
"Karena Mbak punya waktu untuk menjemputmu," jawabku.
"Juga untuk mengerjakan PR, juga ...."
"Sungguh?"
Kurengkuh dia. Aku berjanji, kan kusediakan waktu untuknya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Lena D.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR