"Dona, Rio sama kamu, kan?" terdengar suara Mama dari seberang.
"Memangnya kenapa, Ma?" tanya Dona.
"Rio nggak ada di rumah, jadi Mama pikir, kamu akhirnya mengajak Rio. Dia di situ, kan?"
"E...emm...iya, Ma,"jawab Dona sedikit gugup.
"Ada apa, Don?" tanya Femi melihat muka Dona yang agak pucat setelah menutup handphone.
"Rio belum sampai rumah," kata Dona lirih.
"Ah, paling-paling dia main dulu ke rumah temannya," hibur Meli.
Ketiga teman Dona itu lalu pulang. Hanya Dona yang tidak berani pulang. Ada khawatir terselip di hatinya. Bagaimana kalau Rio tersesat? Atau diculik?
Hari sudah hampir gelap. Dona mencari Rio ke mana-mana. Semua teman Rio sudah diteleponnya, tapi sia-sia. Berkali-kali Mama menelepon ke handphone, tapi Dona tidak berani mengangkat.
Apa yang harus dikatakannya pada Mama? Dona semakin takut pulang. Dilihatnya penjual nasi goreng Iangganannya yang sedang membuka warung. Hmm... Dona lapar sekali. Masih ada uang tersisa di dompetnya.
"Bang, nasi goreng satu!" pesan Dona.
Dilipatnya kedua tangannya dengan lesu di meja. Pikirannya melayang kepada Rio. Ah, Dona jadi ingat cerita Papa tentang penculikan anak-anak. Jantung Dona berdebar semakin kencang.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR