Hari ini Dona kesal sekali. Mama meminta ia pulang sekolah bersama Rio. Sebab Mama tidak sempat menjemput Rio. Padahal, Dona lebih suka pulang bersama teman-temannya. Dan lagi, hari itu ia sudah berjanji akan ke toko buku bersama Femi, Retta, dan Meli. Malu dong, kalau harus membawa Rio.
Dona sudah duduk di kelas VI SD. Rio baru kelas IV. Bagi Dona, Rio itu adik yang aneh. Jadi malu kalau dibawa jalan bersama teman-teman gengnya. Apalagi kalau dibawa ke restoran. Rio itu selalu pesan nasi goreng tanpa telur. Di mana-mana, nasi goreng, kan, pasti pakai telur! Aneh-aneh saja!
Siang itu Dona bercerita pada teman-temannya, bahwa Rio hari itu tidak dijemput. Ternyata Retta keberatan jika Rio diajak ke toko buku.
"Ditinggal saja, Don!" saran Retta.
"lya. Rio, kan, sudah kelas empat. Biar pulang sendiri," tambah Femi.
Dona merenung. Selama ini Rio memang belum pernah pulang sendiri. Tapi, Rio sudah tahu angkot menuju ke rumah. Kalau bingung, tinggal naik taksi. Akhirnya Dona setuju untuk meninggalkan Rio.
Siang itu Dona menikmati kegiatannya berjalan-jalan di mal. Mula-mula mereka masuk ke toko buku. Lalu melihat-lihat koleksi baju anak perempuan.
"Wah, yang ini lucu banget!" komentar Retta sambil mengangkat sebuah kaos model terbaru.
"lya, lo! Aku jadi ingin beli. Aku, kan, suka warna biru," sambut Meli.
"Ah, dari tadi komentarmu itu terus. Semua ingin dibeli," canda Femi.
Keempat anak itu pun tertawa. Ah, memang menyenangkan kalau bisa jalan-jalan bersama teman-teman.
Tiba-tiba handphone di tas Dona berbunyi.
"Dona, Rio sama kamu, kan?" terdengar suara Mama dari seberang.
"Memangnya kenapa, Ma?" tanya Dona.
"Rio nggak ada di rumah, jadi Mama pikir, kamu akhirnya mengajak Rio. Dia di situ, kan?"
"E...emm...iya, Ma,"jawab Dona sedikit gugup.
"Ada apa, Don?" tanya Femi melihat muka Dona yang agak pucat setelah menutup handphone.
"Rio belum sampai rumah," kata Dona lirih.
"Ah, paling-paling dia main dulu ke rumah temannya," hibur Meli.
Ketiga teman Dona itu lalu pulang. Hanya Dona yang tidak berani pulang. Ada khawatir terselip di hatinya. Bagaimana kalau Rio tersesat? Atau diculik?
Hari sudah hampir gelap. Dona mencari Rio ke mana-mana. Semua teman Rio sudah diteleponnya, tapi sia-sia. Berkali-kali Mama menelepon ke handphone, tapi Dona tidak berani mengangkat.
Apa yang harus dikatakannya pada Mama? Dona semakin takut pulang. Dilihatnya penjual nasi goreng Iangganannya yang sedang membuka warung. Hmm... Dona lapar sekali. Masih ada uang tersisa di dompetnya.
"Bang, nasi goreng satu!" pesan Dona.
Dilipatnya kedua tangannya dengan lesu di meja. Pikirannya melayang kepada Rio. Ah, Dona jadi ingat cerita Papa tentang penculikan anak-anak. Jantung Dona berdebar semakin kencang.
"Bang, nasi goreng dua, yang satu tanpa telur, ya!" terdengar suara pria. Dona tersentak mendengar pesanan itu. Nasi goreng tanpa telur? la menoleh dengan semangat. Ah, ternyata Dona tidak mengenal pria itu. Bayangan Rio melintas kembali. Jangan-jangan Rio sekarang sedang kelaparan. Dona jadi kehilangan nafsu makannya.
"Mang, ini nasi gorengnya. Yang tanpa telur, bungkusnya saya kasih karet, ya!"
Pria yang memesan nasi goreng tanpa telur segera membayar berdiri hendak pergi. Dona cepat cepat beranjak dari tempat duduknya.
"Bang, nasi gorengnya saya makan nanti, ya!" serunya, lalu menyusul pria itu dengan jantung berdebar. Pria itu masuk ke sebuah rumah besar bercat biru.
Jangan-jangan....
Rio diculik dan disekap di dalam sana... Dona termenung di pintu pagar. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Oh, ya! Dona teringat sesuatu. Pelan-pelan ia mengambil handphone di dalam tasnya. la harus segera menelepon Mama. Dengan gugup Dona memencet nomor telepon rumahnya. Tapi karena gugup, jari-jari Dona rasanya hampir kaku.
"Asyik, nasi goreng tanpa telur!"
Deg! Jantung Dona hampir berhenti berdetak! la langsung berbalik memandang rumah besar itu.
"Rio!" teriaknya.
Anak laki-laki yang baru saja membuka pintu itu menoleh. "Kak Dona!"
Tanpa permisi lagi Dona segera membuka pintu pagar, berlari menuju Rio dan memeluknya erat-erat. Rio sampai heran dengan ulah kakaknya.
"Kamu di sini?" tanya Dona.
"lya. Tadi Roni ngajak main ke rumahnya. Rencananya, habis makan nasi goreng, Rio baru pulang diantar Mang Udin, tukang kebun Roni."
Rio memang sering menyebalkan dan merepotkan.Tapi, kali ini Dona benar-benar lega melihat adiknya. Terbayang di benaknya kemarahan Mama melihat mereka berdua pulang sangat terlambat. Tapi, Dona siap dimarahi Mama. Yang penting, dia bisa pulang bersama Rio. Ah, untung ada nasi goreng tanpa telur!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Veronica Widyastuti
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR