"Bang, nasi goreng dua, yang satu tanpa telur, ya!" terdengar suara pria. Dona tersentak mendengar pesanan itu. Nasi goreng tanpa telur? la menoleh dengan semangat. Ah, ternyata Dona tidak mengenal pria itu. Bayangan Rio melintas kembali. Jangan-jangan Rio sekarang sedang kelaparan. Dona jadi kehilangan nafsu makannya.
"Mang, ini nasi gorengnya. Yang tanpa telur, bungkusnya saya kasih karet, ya!"
Pria yang memesan nasi goreng tanpa telur segera membayar berdiri hendak pergi. Dona cepat cepat beranjak dari tempat duduknya.
"Bang, nasi gorengnya saya makan nanti, ya!" serunya, lalu menyusul pria itu dengan jantung berdebar. Pria itu masuk ke sebuah rumah besar bercat biru.
Jangan-jangan....
Rio diculik dan disekap di dalam sana... Dona termenung di pintu pagar. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Oh, ya! Dona teringat sesuatu. Pelan-pelan ia mengambil handphone di dalam tasnya. la harus segera menelepon Mama. Dengan gugup Dona memencet nomor telepon rumahnya. Tapi karena gugup, jari-jari Dona rasanya hampir kaku.
"Asyik, nasi goreng tanpa telur!"
Deg! Jantung Dona hampir berhenti berdetak! la langsung berbalik memandang rumah besar itu.
"Rio!" teriaknya.
Anak laki-laki yang baru saja membuka pintu itu menoleh. "Kak Dona!"
Tanpa permisi lagi Dona segera membuka pintu pagar, berlari menuju Rio dan memeluknya erat-erat. Rio sampai heran dengan ulah kakaknya.
"Kamu di sini?" tanya Dona.
"lya. Tadi Roni ngajak main ke rumahnya. Rencananya, habis makan nasi goreng, Rio baru pulang diantar Mang Udin, tukang kebun Roni."
Rio memang sering menyebalkan dan merepotkan.Tapi, kali ini Dona benar-benar lega melihat adiknya. Terbayang di benaknya kemarahan Mama melihat mereka berdua pulang sangat terlambat. Tapi, Dona siap dimarahi Mama. Yang penting, dia bisa pulang bersama Rio. Ah, untung ada nasi goreng tanpa telur!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Veronica Widyastuti
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR