Ratu membeli apel itu dari si Nenek Petapa. Ia lalu mengupas dan memakan apel itu. Pelayan mengambil kulit apel dan mencampurnya dengan makanan seekor kuda betina.
Beberapa waktu kemudian, Ratu melahirkan seorang bayi lelaki bernama Armando. Kuda betina itu pun melahirkan seekor kuda jantan. Pangeran kecil dan kuda itu pun tumbuh bersama. Mereka sangat akrab dan kompak.
Seiring berjalannya waktu, Raja Geomar dan Ratu meninggal dunia. Pangeran Armando kini berusia sembilan belas tahun.
Suatu hari, kuda itu bicara pada Pangeran Armando.
“Aku sayang padamu. Aku juga sayang pada kerajaan yang kini kau pimpin. Jika setiap tahun kau mengirimkan dua belas pemuda dan pemudi untuk Raja Tujuh Kepala, maka penduduk kerajaan ini lama-lama akan habis. Sekarang, naiklah ke punggungku. Aku akan membawamu ke seorang nenek yang tahu cara mengalahkan si naga kepala tujuh itu!”
Armando pun segera menaiki kudanya. Kuda itu membawanya ke sebuah gunung. Di gunung itu, ada sebuah gua bawah tanah yang sangat besar. Di dalamnya, tampak duduk seorang nenek.
Begitu melihat nenek petapa itu, Pangeran Armando langsung berlutut sopan.
“Maafkan aku, Nenek Petapa. Hamba datang ke sini, untuk meminta bantuan. Bagaimana cara mengalahkan naga berkepala tujuh. Warga kerajaanku semakin lama semakin berkurang karena menjadi santapan naga itu.”
Nenek Petapa melangkah maju. Ia meraih pundak Armando agar bangkit berdiri, lalu memeluknya.
“Ketahuilah, anakku… Sayalah dulu yang memberikan apel ajaib pada ibumu. Sehingga ibumu bisa mempunyai anak, yaitu kamu. Begitu juga dengan kuda betina istana yang bisa mempunyai anak kuda jantan yang bersamamu sekarang. Aku akan memberitahu padamu cara mengalahkan ular berkepala tujuh itu,” kata Nenek Petapa.
Nenek Petapa menyuruh Armando memuat kudanya dengan kapas. Nenek itu lalu menunjukkan peta sebuah lorong rahasia di bawah kastil naga berkepala tujuh. Lorong itu akan menuju ke kamar tidur raja naga, tanpa melewati hewan-hewan buas peliharaannya.
Menurut Nenek Petapa, di dekat tempat tidur sang naga, tergantung beberapa lonceng. Dan di dekat tempat tidurnya, tergantung sebuah pedang. Naga itu hanya bisa dikalahkan dengan pedang itu. Meski pedangnya patah, mata pedang akan bertumbuh lagi sampai naga berkepala tujuh itu kalah.
Source | : | Dok. Majalah Bobo / Folkore |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR