“Ssssttttttsss…. nanti di dengar Pak Kalio,” jawab pekerja lainnya.
Di sisi lain, Pak Kalio mulai kebingungan. Para pekerja di kebun karetnya perlahan habis, pembeli karetnya pun juga tidak datang kembali. Usahanya hampir bangkrut.
“Siapa nama pemilik kebun karet baru itu?” tanya Pak Kalio pada anak buahnya, Ranggi.
“Namanya Pak Rida bos. Selain punya kebun karet, ia juga mengolah karet. Orangnya terkenal baik dan …..” belum selesai Ranggi menjawab, Pak Kalio sudah memandangnya dengan wajah marah.
“Kita harus membuat para pelanggan kembali ke kita lagi. Rebut kembali,” kata Pak Kalio dengan nada tinggi.
“Bagaimana caranya bos?” tanya Ranggi.
“Sebarkan pengumuman bahwa karet miliknya berkualitas buruk. Pastikan supaya pengumuman itu sampai di tangan para pembeli,” jawab Pak Kalio sambil tertawa jahat.
“Ingat, jangan sampai ketahuan kalau kita yang membuat pengumuman itu,” kata Pak Kalio lagi.
Ranggi pun mengikuti perintah Pak Kalio. Ia membuat ratusan lembar pengumuman bahwa karet hasil kebun milik Pak Rida kualitasnya buruk. Lalu, ia meminta orang menyebarkannya ke seluruh desa hingga desa tetangga.
“Sebarkan ini di malam hari. Jangan sampai ketahuan,” kata Ranggi pada beberapa orang suruhannya.
Pengumuman itu pun menyebar. Semua orang membicarakan kebun karet milik Pak Rida.
“Pak … Pak …. Lihat ini Pak, lihat ini!” kata Pak Husen sambil berlari ke arah Pak Rida.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR