Pak Kalio, seorang petani karet yang kaya raya di sebuah desa bernama Desa Makmur Hati. Ia punya banyak sekali tanaman karet. Banyak orang bekerja di kebun karet Pak Kalio untuk mendapatkan penghasilan.
“Pak, mohon maaf sekali. Mohon maaf sekali lagi. Bayaran saya untuk menyadap sepuluh pohon karet bulan lalu belum dibayar, Pak. Boleh saya minta? Kebetulan anak saya perlu untuk berobat,” kata Pak Kandar, seorang pekerja di kebun karet Pak Kalio.
Pak Kalio menoleh dengan wajah cemberut.
“Bayaran apa? Semua bayaran sudah saya berikan. Kenapa kamu minta lagi?” kata Pak Kalio dengan nada suara yang tinggi.
“Belum Pak. Bulan lalu Bapak bilang akan diberikan bulan ini,” jawab Pak Kandar.
“Enak saja! Kamu jangan berbohong, ya. Tidak ada, tidak ada bayaran-bayaran lagi. Kan, sudah saya berikan setiap bulan, lunas!” jawab Pak Kalio sambil pergi berlalu.
Pak Kandar menatap Pak Kalio yang berjalan pergi. Ia merasa sedih. Ia benar-benar membutuhkan uang itu. Sayangnya, ini bukan pertama kalinya Pak Kalio tidak menepati janji. Banyak pekerja yang bilang kalau Pak Kalio sengaja agar kekayaannya bertambah terus.
“Haaahhhh… Pak Kandar, sudah Pak, berhenti saja bekerja di Pak Kalio. Dia tidak baik. Suka membohongi orang kecil seperti kita untuk kepentingannya,” kata Pak Husen ketika bertemu Pak Kandar.
Dulunya, Pak Husen bekerja di tempat Pak Kalio, tetapi sudah berhenti karena berkali-kali dibohongi tentang pembayaran upah.
“Kalau tidak bekerja di Pak Kalio, mau kerja apa lagi? Tidak mungkin jadi pengangguran,” jawab Pak Kandar.
“Hmmm, gimana kalau kamu coba melamar pekerjaan di tempatku bekerja sekarang. Di kebun karet milik Pak Rida. Dia baik sekali. Berbeda dengan Pak Kalio. Asalkan kamu jujur, ia akan baik padamu. Ia hanya tidak suka orang tidak jujur,” jawab Pak Husen.
Pak Kandar mulai berpikir. Ia sempat mendengar bahwa ada juga kebun karet lain di dekat desa itu. Memang tidak sebesar kebun milik Pak Kalio, tetapi pemiliknya adalah orang yang baik.
“Mungkin bisa aku coba,” jawab Pak Kandar.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR