Setelah berkata begitu, nenek itu pun menghilang. Pangeran Bahrom menengok ke segala arah, namun nenek itu benar-benar lenyap bagai asap.
“Hari ini, pengalamanku lain dari biasanya,” gumam Pangeran Bahrom agak ceria.
Beberapa hari kemudian, kata-kata nenek itu ternyata menjadi kenyataan. Pangeran Bahrom tiba-tiba ingin sekali memiliki Apel Tertawa dan Apel Menangis. Ayahnya, bahkan seisi istana, tak mengerti mengapa pangeran tiba-tiba jadi seperti itu.
“Apa itu apel menangis dan apel tertawa, Bahrom?” tanya sang raja pada putranya.
“Aku juga belum pernah melihatnya, Ayah! Tapi tak tahu kenapa, aku ingin sekali memilikinya!” kata Pangeran Bahrom heran sendiri.
Hari demi hari, Pangeran Bahrom semakin ingin memiliki Apel Tertawa dan Apel menangis. Ia bagaikan jatuh cinta pada kedua apel itu. Ia tidak selera makan, dan hanya melamun di tempat tidurnya. Pangeran Bahrom mulai menyadari, ia telah terkena kutukan si nenek.
Sang Raja mendatangkan berbagai tabib untuk mengobatinya putra tunggalnya. tak ada yang bisa menyembuhkannya.
"Apa yang harus Ayah lakukan padamu?" tanya sang raja putus asa. "Di mana dua apel itu bisa ditemukan?"
Baca Juga : Dongeng Anak: Gadis Penyapu Awan
Pangeran Bahrom akhirnya berkata, “Ayah, ijinkanlah aku yang mencarinya sendiri, sebab ini terjadi akibat kesalahanku sendiri juga.”
Pangeran Bahrom bercerita tentang kutukan si nenek yang kendinya ia lempari. Dengan berat hati, sang raja akhirnya mengijinkan putra tunggalnya pergi.
“Mungkin ini sudah waktunya kau belajar bertanggung jawab dan mandiri,” kata sang raja sedih.
Pangeran Bahrom akhirnya memulai perjalanannya. Ia naik ke bukit, menuruni lembah, dan berkuda di padang rumput luas. Sampai suatu sore, di saat hari mulai gelap, ia tiba di sebuah mata air. Di tempat itu, ia melihat seorang nenek yang sedang mengambil air. Tidak seperti sikapnya yang sebelumnya, kali ini Pangeran Bahrom menyapa nenek itu dengan ramah,
Baca Juga : Dongeng Anak: Legenda Bunga Lili Lembah