Pangeran Bahrom masuk untuk ketiga kalinya. Ia langsung berlari untuk mengambil apel dari rak. Sekarang kedua apel itu tidak bersuara lagi, karena takut dicubit pemilik mereka. Dengan cepat Pangeran Bahrom keluar dan kembali ke kandang domba.
Ketika fajar menyingsing, gembala menggiring kawanan domba ke gunung. Pangeran Bahrom ada di antara domba-domba itu. Setiba di padang rumput, sang pangeran keluar dari kulit domba dengan lega. Ia memberi gembala itu segenggam koin emas lagi.
Pangeran Bahrom kembali ke rumah si nenek dengan gembira. Nenek itu tampak lega, namun ia lalu sibuk mengisi baskom yang sangat besar dengan air. Ia lalu membuat memasukkan bubuk pewarna kuning ke dalam baskom. Sebilah papan panjang ia letakkan juga di atas baskom besar itu.
“Tidurlah di atas papan ini!” perintahnya pada Pangeran Bahrom.
Walau bingung, Pangeran Bahrom menuruti perintah nenek itu.
Baca Juga : Dongeng Anak: Rosemary dan Pangeran Kerajaan Kuning
Sementara itu, Putri Daria terbangun. Ia kaget karena kedua apelnya hilang.
"Celaka! Apel-apelku dicuri. Tiga kali mereka membangunkan aku, tetapi aku tidak mengerti dan malah memarahi mereka! Oh, apel-apelku!” tangis Putri Daria.
Berita itu sampai ke telinga Sultan, ayah sang putri. Sultan segera memerintahkan agar gerbang kota segera ditutup. Prajuritnya disuruh mencari pencuri kedua apel itu ke seluruh penjuru kerajaan. Namun mereka tidak menemukannya.
Sultan lalu memanggil peramal. Si peramal melihat di bola kristal ajaibnya. Ia lalu berkata,
“Sultan, saya melihat si pencuri apel saat ini ada di sebuah kapal di lautan darah. Dia pasti sudah pergi sangat jauh. Kita tidak tahu dimana letak lautan kuning seperti itu."
Baca Juga : Dongeng Anak: Payung untuk Torto