Bobo.id - Beberapa hari belakangan ini, teman-teman yang tinggal di Pulau Jawa mungkin merasa suhu udaranya cukup panas.
Bahkan, suhu udara di wilayah Ciputat mencapai 38 derajat Celcius. Ciputat menjadi wilayah dengan suhu udara terpanas belakangan ini.
Lalu, suhu udara di Tangerang mencapai 37 derajat Celcius. Sedangkan suhu udara di Jatiwangi mencapai 36,8 derajat Celcius.
Baca Juga: Pak Habibie Punya Perpustakaan Sendiri di Rumahnya, seperti Apa, ya?
Selain ketiga wilayah ini, masyarakat di beberapa wilayah di Pulau Jawa juga merasa suhu udaranya lebih panas daripada biasanya.
Banyak yang menganggap bahwa suhu panas ini berhubungan dengan hari tanpa bayangan.
Hari tanpa bayangan sendiri terjadi di seluruh Indonesia selama September hingga Oktober.
Benarkah suhu panas berkaitan dengan hari tanpa bayangan? Yuk, kita cari tahu!
Baca Juga: Lezat dan Mengenyangkan, Ini 5 Buah yang Baik Dikonsumsi untuk Sarapan
Apa Itu Hari Tanpa Bayangan?
Sebelum menjawab pertanyaan tadi, Bobo ingin menjelaskan lebih dulu tentang hari tanpa bayangan.
Hari tanpa bayangan atau disebut juga kulminasi terjadi karena bidang rotasi Bumi tidak berimpit atau tidak sejajar dengan bidang revolusi Bumi.
Baca Juga: 5 Kebiasaan Unik saat Membaca Buku, Pernah Lakukan? #AkuBacaAkuTahu
Hal ini membuat posisi Matahari dan Bumi akan terus berubah. Kita menyebutnya sebagai gerak semu harian Matahari.
Ada waktu di saat Matahari berada di posisi paling tinggi di langit. Itulah saatnya terjadi hari tanpa bayangan.
Saat itu, Matahari tepat berada di atas kepala kita atau di titik zenit. Hal ini membuat bayangan kita dan benda lainnya di Bumi tidak akan terlihat.
Baca Juga: Perbaiki Suasana Hati Hingga Atasi Sulit Tidur, Ini 6 Manfaat Berenang
Hari Tanpa Bayangan Jadi Salah Satu Penyebab Suhu Panas
Menurut para pakar BMKG, hari tanpa bayangan memang bisa menyebabkan kenaikan suhu di suatu wilayah. Namun, itu bukan satu-satunya faktor.
Itu karena saat kulminasi utama terjadi, pencahayaan Matahari saat siang hari di wilayah Indonesia menjadi maksimal atau tegak lurus.
Apalagi saat ini sedang musim kemarau di wilayah Indonesia sehingga awan yang menutupi jadi berkurang.
Baca Juga: Sakit Perut saat Terbang? Ini 7 Tips Jika Ingin BAB di Toilet Pesawat
Lonjakan suhu maksimum di siang hari memang disebabkan oleh posisi Matahari yang mendekati ekuator pada September hingga Oktober.
Secara teori, semakin tegak lurus Matahari di atas permukaan Bumi, sudut datangnya sinar Matahari yang jatuh ke permukaan tersebut lebih besar.
Ketika sudut datangnya lebih besar, maka intensitas sinar Matahari jadi jauh lebih besar dari biasanya.
Hal inilah yang menyebabkan suhu udara jadi lebih panas daripada biasanya.
Baca Juga: Ada 36 Asteroid yang Akan Melintas Dekat Bumi Selama September Ini
Ada Hal Lain yang Menyebabkan Suhu Panas
Meski begitu, tak hanya hari tanpa bayangan, ada juga hal lain yang menyebabkan suhu panas di beberapa wilayah di Jawa.
Pada malam hari, Bumi melepaskan energi panas ke atmosfer. Namun, terkadang atmosfer mengandung banyak polutan, awan, dan partikel-partikel halus.
Baca Juga: Tak Hanya karena Mengantuk, Ini 5 Penyebab Kita Terus Menguap
Akibatnya, panas yang diserap dan dilepaskan bisa memantul kembali ke permukaan Bumi dan membuat suhu menjadi lebih panas.
Sebaliknya, awan bisa membuat sinar Matahari diserap dan dipantulkan dulu sebelum mencapai Bumi sehingga panas yang diserap oleh Bumi pun menjadi lebih sedikit.
Musim kemarau saat ini kondisinya tidak ada banyak awan di langit. Hal ini menyebabkan sinar Matahari diterima lebih banyak dan membuat panas.
Baca Juga: Ternyata Meteorid, Meteor, dan Meteorit Itu Berbeda, Apa Perbedaannya?
(Penulis: Shierine Wangsa Wibawa)
Lihat video ini juga, yuk!
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Cirana Merisa |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR