Bobo.id - Halo, teman-teman! Simak dongeng anak Majalah Bobo hari ini, yuk!
Lukisan Pak Willem
Cerita oleh: Dwi Pujiastuti
Suatu hari di Norwood Road, jalan yang ramai di tengah bangunan-bangunan apartemen kusam berhimpitan...
Tony dan Toby duduk di teras apartemennya yang kumuh. Mereka baru saja selesai berjualan koran. Sambil istirahat menghangatkan badan di musim dingin itu, mereka menghitung pendapatan hari itu.
Terdengar gemerincing uang logam saat Tony menghitung keping demi keping penghasilannya. Seluruhnya berjumlah lima penny. Akan kubelikan beberapa potong roti dan ikan hering untuk Ibu dan adikku, pikir Tony.
“Aku mendapat empat penny hari ini,” ujar Toby. “Aku akan beli truk mainan!” lanjutnya. Sebetulnya Tony juga mengidamkan mainan itu. Namun bagi Tony, harga truk itu terlalu mahal.
“Lalu dengan apa kau akan makan hari ini?” tanya Tony.
“Yah, kuminta saja pada ibuku! Ssst…jangan bilang-bilang pada ibuku kalau hari ini aku mendapat uang!” bisik Toby.
Tiba-tiba terdengar suara serombongan anak-anak kecil dari kejauhan.
“Pak Willem gila! Pak Willem gila!” seru anak-anak sambil membuntuti Pak Willem. Lelaki tua itu diam sambil terus berjalan menjinjing kanvasnya. Dengan mantel compang-camping dan rambut acak-acakan, Pak Willem selalu jadi bahan olok-olokan. Banyak orang yang mengira ia kurang waras.
Baca Juga: Dongeng Anak: Opo Dawi yang Bijaksana
Pak Willem tinggal di lantai atas, di apartemen yang sama dengan Tony dan Toby. Sebetulnya dia pelukis hebat, namun tak seorang pun bersedia membeli lukisannya.
Tony mendekat. “Hei, sana! Pergi! Jangan ganggu orang tua!” hardik Tony. Namun anak-anak itu malah mengolok-olok Tony.
“Tony temannya orang gila! Tony temannya orang gila!”
Tony tak peduli. Ia menghampiri Pak Willem yang jambang, janggut dan kumisnya tak pernah dicukur. Tampaknya Pak Willem jarang mandi. Bau terpentin dan cat minyak semerbak menyengat dari tubuhnya. Tony merasa kasihan. Ditimang-timangnya uang hasil penjualan koran.
“Bapak sudah makan?” tanya Tony ragu.
Pak Willem menggeleng.
“Ambillah untuk makan malam!” kata Tony sambil memberikan tiga penny, lalu buru-buru meninggalkan lelaki itu. Sebetulnya, Tony agak takut juga pada Pak Willem yang berpenampilan menyeramkan.
“Hei, bocah kecil!” tiba-tiba Pak Willem memanggil. Tony gemetar.
“Ambillah ini sebagai hadiah!” seru Pak Willem sambil mengulurkan kanvasnya. Pak Willem memberinya lukisan bunga dalam jambangan yang indah. Dengan ragu Tony menerima hadiah itu. Lukisan itu terlalu bagus, tidak sepadan dengan uang tiga penny tadi. Ketika Pak Willem pergi, Toby langsung menghampiri Tony.
“Bodoh sekali menukar tiga penny dengan barang tak berharga!” omelnya. Tony diam saja. Ia tahu, Pak Willem belum makan berhari-hari. Jadi harus ada seseorang yang membantunya.
Sejak itu, Tony tak pernah lagi bertemu dengan Pak Willem. Menurut cerita para tetangga, Pak Willem dibawa ke rumah sakit jiwa. Dan beberapa bulan kemudian meninggal dunia.
Baca Juga: Dongeng Anak: Roti Raksasa
Sepuluh tahun kemudian Tony dan Toby tumbuh dewasa. Mereka bekerja sebagai pelayan di sebuah kedai kopi. Suatu hari, Tony sedang sibuk membawa pesanan salah seorang tamu. Tanpa sengaja ia mendengar percakapan mereka.
“Betul-betul gila! Sebuah museum di Jerman membeli lukisan seharga puluhan ribu pound. Yang lebih mengejutkan, lukisan itu dibuat oleh Willem Oswald, seorang pasien rumah sakit jiwa!” seru tamu itu sambil membaca berita di koran.
“Ya!” sahut temannya. “Lukisan-lukisan Willem kini diburu di mana-mana. Banyak yang mau membelinya dengan harga selangit!”
Tony terhenyak. Dia mencuri pandang pada halaman koran yang terbuka. Tampak wajah yang dikenalnya. Astaga, foto Pak Willem!
Hari itu Tony bergegas pulang ke apartemennya. Lukisan bunga Pak Willem masih tergantung di ruang tamunya. Tony membawa lukisan itu ke museum. Setelah diperiksa, ternyata itu betul-betul lukisan asli Willem Oswald. Museum menghadiahinya beberapa ribu pound. Dengan uang itu Tony bisa membeli rumah dan membuka usaha. Ketika Toby mendengarnya, dia mencibir.
“Bodoh kau! Kalau kau tawarkan lukisan itu pada kolektor seni, tentu kau akan mendapat uang berpuluh kali lipat banyaknya dari itu!”
“Museum bisa merawat lukisan itu dengan baik. Uang tidak menjadi masalah. Yang penting kenang-kenangan dari Pak Willem tetap terpelihara.”
Di perjalanan pulang, Toby mengejek kebodohan Tony. Saat itu ia melihat orang gila yang sedang mencoret-coret di selembar kanvas. “Ah, gambar abstrak yang indah!” gumam Toby yang sama sekali tak mengerti tentang lukisan. Kepalanya penuh dengan angan-angan uang puluhan ribu pound! Siapa tahu orang itu akan terkenal, dan aku dapat uang banyak! Pikir Toby. Dibelinya lukisan itu seharga lima pound. Si orang gila girang bukan kepalang.
Toby menawarkan lukisan itu pada kolektor seni. Tentu saja tak ada yang bersedia membelinya. Toby putus asa. Namun bayangan kekayaan yang melimpah membuatnya pantang menyerah. Dia terus menjajakan lukisan itu hingga banyak orang yang menganggapnya gila.
Baca Juga: Dongeng Anak: Sahabat Sahabat Baru Tovo
---
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Kue Kering yang Wajib Ada, Ini 5 Resep Kastengel Spesial untuk Sajian Hari Raya
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR