"Dia tampak kelaparan, kasihan sekali ..." ucap Arume iba.
"Kelaparan apa?!" hardik Kudumba berang "kucing itu yang membuatku kelaparan begini. Dia seenaknya mengambil ikanku. Rasakan ini!!! pekik Kudumba sambil menghunus sepucuk pisau di pinggangnya.
"Jangan Kudumba!" cegah Arume.
Terlambat, pisau Kudumba sudah menancap di punggung kucing malang itu.
Kudumba tersenyum puas, kucing yang kurang ajar itu telah mati. Arume memandang ngeri. Dia meraung-raung menyesali tindakan gegabah sahabatnya, "Kamu benar- benar keterlaluan, seenaknya saja menyakiti makhluk ciptaan Tuhan.
"Dia pencuri!" tangkis Kudumba sebal.
"Manusia juga ada yang mencuri tapi tidak harus disakiti. Apalagi ini cuma kucing, Kudumba. Dia kelaparan sehingga mencuri ikanmu," jelas Arume. "Kalau kamu lapar, kamu masih bisa bekerja daripada tidur- tiduran menahan lapar... dan akhirnya menyakiti hewan."
"Sudahlah! Aku lapar sekali, tak tahan mendengar ocehanmu!" potong Kudumba ketus. Tak ada sedikitpun sesal di hatinya.
Arume mendesah panjang,"Baiklah, mari kita mencari ikan bersama di tempatku semalam menjaring, ajak Arume. Namun kucing ini harus kita kubur dulu di laut.
Sambil menenteng karung kecil berisi mayat kucing itu, Arume melepaskan tambatan perahunya. Kudumba melakukan hal yang sama pada perahunya sendiri.
Di tengah laut, Arume melempar karung itu, "Semoga kamu tenang di sini, kucing malang." ucapnya haru.
Baca Juga: Dongeng Anak: Sarang Emas laba-Laba
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR