Bobo.id - Halo, teman-teman! Kita baca bersama-sama dongeng anak Majalah Bobo hari ini, yuk!
Kudumba Dan Arume
Cerita oleh: Hervianna A. Hiskia
(Dilarang mengambil, mengunggah ulang, dan memperbanyak sebagian atau seluruh cerita tanpa sepengetahuan dan seizin pihak redaksi Majalah Bobo.)
Entah mengapa tiba-tiba saja para nelayan di desa nelayan Karimun tidak seorang pun yang berhasil membawa pulang ikan-ikan segar seperti biasanya. Mereka pulang sambil menenteng pulang jala yang kosong melompong. Hal itu berlangsung terus selama seminggu, akibatnya tak ada lagi ikan untuk dimakan apalagi untuk dijual. Terpaksa para nelayan itu membeli roti dengan harga yang sangat mahal pada saudagar yang melabuhkan kapalnya di lepas pantai.
Diantara nelayan yang membeli roti itu, ada dua orang nelayan yang bernama Kudumba dan Arume. Mereka berdua adalah nelayan miskin sehingga berat rasanya kalau harus terus membeli roti. Agar sedikit menghemat, Kudumba dan Arume menggunakan sisa uang mereka untuk membeli dua roti gandum yang rencananya akan dimakan bergantian. Hari in makan roti Kudumba, besok roti Arume, lusa makan roti Kudumba lagi, begitu seterusnya.
Setelah roti terbeli, Kudumba malah berkata," Lebih baik rotimu yang dimakan lebih dulu sampai habis baru nanti rotiku.
Arume yang tidak tahu bahwa ada rencana jahat di balik rencana itu langsung saja menyetujui.
Beberapa hari berlalu dan tiap saat Kudumba datang ke rumah Arume untuk bersama-sama menyantap roti Arume. Namun ketika tiba giliran Kudumba harus membagi rotinya ia berdalih, "Maafkan aku ... sahabatku, tanpa sepengetahuanku semalam roti yang kusimpan di tempayan telah dicuri seekor kucing. Yang kutemui cuma bekas tapak kakinya saja.
Walaupun Arume merasa heran karena aneh seekor kucing mencuri roti, dia diam saja. Dia tidak ingin menaruh curiga pada sahabatnya.
Padahal sebenarnya Kudumba memang berbohong. Setelah Arume pulang, dia langsung menutup pintu rumahnya rapat-rapat dan sambil tersenyum licik disantapnya roti yang gurih, "Kalau roti ini kubagi dengan Arume, tentu aku akan kelaparan."
Baca Juga: Dongeng Anak: Hadiah dari Sangiang Mapaele
Pada saat itu kebetulan ada seekor kucing berbulu putih yang melihat perbuatan curang Kudumba. Kucing itu berkata sendiri, "Miaw ...dasar manusia jahat. Dia tega mencurangi sahabatnya sendiri bahkan menuduhku mencuri rotinya. Lihat saja, akan kuberi pelajaran untukmu, Kudumba miaw! Kucing itu lalu lenyap ditelan gumpalan asap putih kebiruan.
Selama beberapa hari Arume hanya makan kerang-kerang kecil yang dipungutnya dari pantai, jumlahnya pun tak seberapa. Kian hari tubuhnya kian lemah dan pada saat dia hampir tak kuat menahan rasa lapar yang hebat, Arume berlayar menuju bagian laut yang belum pernah dilalui kapal-kapal lain. Selain bergelombang ganas, orang sering mengatakan bahwa laut bagian itu angker.
Semalaman Arume berjuang melawan ombak dan terpaan badai. Beberapa kali perahunya hampir terbalik dan dayungnya nyaris patah. Namun Arume tidak juga menyerah, "Ini satu-satunya cara yang bisa kulakukan supaya aku tetap hidup. Tuhan tolong lah hamba-Mu ini supaya tidak lekas berputus asa, sepanjang malam itu Arume berdoa dalam hati.
Menjelang pagi, barulah dia , berhasil menjaring dua ekor ikan yang besar-besar. Dia pulang dengan hati gembira. Lenyap sudah rasa takut yang dirasakan semalam karena memperoleh makanan untuk mengganjal perutnya. Tak lupa diberinya Kudumba seekor ikan hasil tangkapannya.
Tentu saja Kudumba sangat senang memperoleh ikan yang begitu besar dan masih segar, apalagi rotinya juga sudah habis. Setelah Arume pulang ikan itu langsung digorengnya lalu diangin-anginkan supaya lekas dingin.
Tanpa disadari Kudumba, kucing yang dulu pernah mendengar percakapan antara Arume dan Kudumba sudah mengincar ikan itu sejak tadi. Begitu dirasanya Kudumba lengah, hup! Disambarnya ikan itu dengan moncongnya lain dibawa kabur.
Wah, wah! Karuan saja Kudumba jadi blingsatan. Dikejamya kucing itu. Ternyata kucing putih itu lebih cerdik. Dengan gesit dia menghindari kejaran Kudumba dan di tempat persembunyiannya dihabiskannya ikan goreng milik Kudumba.
Lelah mengejar namun tak juga kucing itu ditemukan, Kudumba lalu menuju ke rumah Arume dengan langkah gontai, "Barangkali Arume masih menyisakan ikannya," pikir Kudumba penuh harap.
Tapi ....
"Tadi memang masih ada separuh ..." jawab Arume setibanya Kudumba di sana, "sayangnya sudah kuberikan pada kucing itu." Arume menunjuk kucing berbulu putih yang sedang melahap buntut ikan dengan rakusnya.
Kudumba langsung mengenali bahwa kucing itu adalah kucing yang mencuri ikannya. Terdorong oleh rasa lapar, darah Kudumba cepat mendidih. Dia merasa kucing itu telah mempermainkannya.
Baca Juga: Dongeng Anak: Sepatu Kanan yang Hilang
"Dia tampak kelaparan, kasihan sekali ..." ucap Arume iba.
"Kelaparan apa?!" hardik Kudumba berang "kucing itu yang membuatku kelaparan begini. Dia seenaknya mengambil ikanku. Rasakan ini!!! pekik Kudumba sambil menghunus sepucuk pisau di pinggangnya.
"Jangan Kudumba!" cegah Arume.
Terlambat, pisau Kudumba sudah menancap di punggung kucing malang itu.
Kudumba tersenyum puas, kucing yang kurang ajar itu telah mati. Arume memandang ngeri. Dia meraung-raung menyesali tindakan gegabah sahabatnya, "Kamu benar- benar keterlaluan, seenaknya saja menyakiti makhluk ciptaan Tuhan.
"Dia pencuri!" tangkis Kudumba sebal.
"Manusia juga ada yang mencuri tapi tidak harus disakiti. Apalagi ini cuma kucing, Kudumba. Dia kelaparan sehingga mencuri ikanmu," jelas Arume. "Kalau kamu lapar, kamu masih bisa bekerja daripada tidur- tiduran menahan lapar... dan akhirnya menyakiti hewan."
"Sudahlah! Aku lapar sekali, tak tahan mendengar ocehanmu!" potong Kudumba ketus. Tak ada sedikitpun sesal di hatinya.
Arume mendesah panjang,"Baiklah, mari kita mencari ikan bersama di tempatku semalam menjaring, ajak Arume. Namun kucing ini harus kita kubur dulu di laut.
Sambil menenteng karung kecil berisi mayat kucing itu, Arume melepaskan tambatan perahunya. Kudumba melakukan hal yang sama pada perahunya sendiri.
Di tengah laut, Arume melempar karung itu, "Semoga kamu tenang di sini, kucing malang." ucapnya haru.
Baca Juga: Dongeng Anak: Sarang Emas laba-Laba
Aneh. Setelah berkata, dari arah Arume membuang mayat kucing itu tiba-tiba berloncatan ikan-ikan segar memasuki perahunya. Arume terkejut campur senang karena dia tidak perlu susah-susah menjaring, ikan sudah datang sendiri.
Kudumba yang melihat hal itu langsung mendayung perahunya ke tempat Arume, "Minggir! Giliran perahuku kini yang harus diisi."
Arume pun menyingkir, lagi pula dia sudah merasa cukup banyak ikan di perahunya.
Sebentar saja perahu Kudumba sudah penuh ikan. Ketika dirasanya ikan yang ada dalam perahunya sudah lebih banyak daripada milik Arume, ia mendayung perahunya menjauh dari 'pancuran' ikan tersebut.
Namun perahunya tidak dapat bergerak dan ikan-ikan itu terus saja memenuhi perahunya sehingga perahunya makin berat.
"Buanglah sebagian ikan kembali ke laut, Kudumba," saran Arume, "perahumu nanti bisa tenggelam." Dia ngeri melihat perahu sahabatnya itu sudah separuh tenggelam. Air laut pun sebagian sudah masuk perahu.
Kudumba tidak menggubris ucapan Arume, "Bodoh kamu Arume! Semakin banyak ikan di perahuku berarti makin banyak uang yang kuperoleh," serunya serakah.
Berulang kali Arume memperingatkan namun sia-sia saja. Perahu Kudumba semakin tenggelam, pancuran ikan itu pun langsung berhenti bersamaan dengan lenyapnya tubuh Kudumba ditelan gelombang laut.
Ketika Kudumba tidak muncul lagi ke permukaan, Arume langsung menangis. Dia menyayangi sahabatnya itu, tapi gelombang laut begitu ganas sehingga tidak mungkin dia berenang mencari Kudumba.
Maka pulang lah Arume dengan membawa setumpuk ikan yang nantinya akan dibagikan pada tetangganaya yang juga kelaparan.
Baca Juga: Dongeng Anak: Bintang Langit dan Raksasa Merah
----
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR