Sekilas, permainan tradisional pacu jawi dari Tanah Datar, Sumatera Barat ini terlihat mirip dengan karapan sapi dari Pulau Madura. Tetapi, ternyata ada yang berbeda, lo! Pacu jawi diadakan di atas sawah!
Berawal dari Kegiatan Para Petani
Pacu jawi sudah ada di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat sejak ratusan tahun yang lalu. Jawi adalah sebutan dari masyarakat Minang, yang berarti sapi dalam Bahasa Indonesia. Mulanya, pacu jawi diadakan oleh petani usai musim panen, sembari menunggu musim tanam berikutnya tiba.
Kegiatan ini dilakukan hanya untuk mengisi waktu luang, sekaligus memberikan hiburan bagi masyarakat setempat. Tetapi, lama kelamaan pacu jawi semakin disenangi masyarakat hingga menjadi salah satu permainan tradisional turun-temurun di Tanah Datar, serta menjadi kegiatan yang juga menarik wisatawan untuk melihat secara langsung.
Aturan Permainan
Permainan pacu jawi dilakukan oleh seorang joki yang mengendarai sapi (biasanya sepasang) lengkap dengan peralatan pembajak sawah. Joki akan memegang tali dan menggigit ekor sapi tersebut agar larinya lebih kencang. Selain itu, ada alat tempat berpijak bagi joki, yaitu alat bajak pacu dari bahan bambu. Permainan ini agak berbeda dari karapan sapi di Pulau Madura, sebab dilakukan di atas sawah berlumpur, sedangkan karapan sapi biasa dilakukan di atas tempat yang kering.
Pemenang Pacu Jawi
Sapi yang dinyatakan menang adalah sapi yang mampu berlari kencang tanpa berbelok ke mana-mana hingga garis finish. Dengan kata lain, sapi harus mampu berlari lurus, teman-teman! Sebab, banyak sapi yang berlari tak tentu arah selama permainan berlangsung.
Biasanya di beberapa daerah Sumatera Barat, ada festival balap sapi atau dikenal sebagai Festival Alek Pacu Jawi. Tidak hanya balapan sapi saja, lo, tapi di festival ini juga ada transaksi jual beli sapi atau jawi. Sapi-sapi yang menang dalam perlombaan pacu jawi biasanya akan ditawar dengan harga cukup tinggi oleh pembeli.
Ada juga rangkaian musik tradisional dan jajanan khas Minangkabau di festival ini. Jadi, pengunjung bisa sekaligus mencicipi makanan-makanan lezat ala Minang.
Penulis | : | Petronela Putri |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR