Malam Bainai dalam Pernikahan Adat Minang

By Petronela Putri, Jumat, 7 April 2017 | 03:09 WIB
(Foto: pasbana.com) (Petronela Putri)

Setiap daerah memiliki kebudayaannya masing-masing, termasuk dalam pelaksanakan pesta pernikahan. Di Minangkabau, Sumatra Barat, salah satu prosesi yang terkenal adalah ‘Malam Bainai’.

Malam Bainai untuk menghindarkan pengantin wanita dari hal buruk

Malam Bainai merupakan ritual melekatkan tumbukan daun pacar merah ke kuku calon pengantin wanita, yang dilakukan pada malam sebelum hari pernikahan. Tumbukan ini akan didiamkan semalaman, hingga meninggalkan warna kemerahan pada kuku.

Calon Anak Daro –sebutan bagi pengantin wanita, diyakini akan terlindung dari bahaya atau hal-hal buruk lainnya jika sudah melewati prosesi ini. Daun pacar merah ini dikenal masyarakat Minang sebagai daun inai, oleh karena itu prosesi ini kemudian dikenal sebagai prosesi ‘Malam Bainai’.

Namun tidak semua masyarakat di Sumatra Barat mempercayai hal tersebut sepenuhnya. Sebab pada zaman sekarang prosesi Malam Bainai hanya dianggap sebagai sebuah proses untuk membantu mempercantik kuku calon pengantin wanita saja.

Baju Tokah: busana calon pengantin wanita

Ada satu busana khusus yang dikenakan calon pengantin wanita ketika Malam Bainai. Busana ini bernama Baju Tokah. Sebuah selendang akan dipakaikan menyilang di dada calon pengantin wanita, namun bagian bahu dan lengan dibiarkan terbuka.

Selain Baju Tokah, calon Anak Daro juga mengenakan sebuah suntiang (hiasan pada bagian kepala) yang ukurannya lebih rendah.

Mandi-mandi sebelum Malam Bainai

Sebelum melakukan prosesi Malam Bainai, biasanya calon pengantin wanita akan menjalani ritual mandi, biasa dilakukan pada siang atau sore harinya. Namun, mandi yang dimaksud sedikit berbeda dengan pengertian pada umumnya. Di Sumatra Barat, calon Anak Daro hanya akan dipercikkan air kembang sebagai simbol saja.

Ada beberapa peraturan yang wajib dilaksanakan ketika mandi-mandi ini, salah satunya adalah bahwa yang boleh memercikkan air kembang kepada calon Anak Daro adalah kedua orangtuanya sendiri. Jumlah percikannya tidak boleh genap, melainkan harus ganjil. Selain itu, ada keluarga besar yang turut hadir sebagai wujud kasih sayang dan restu mereka atas pernikahan tersebut.

Air yang dipercikkan pun bukan sembarangan air, lho! Air kembang ini akan dipercikkan dengan menggunakan sebuah daun bernama daun sitawa sidingin atau daun cocor bebek.