Kisah Cincin dan Ikan

By Vanda Parengkuan, Sabtu, 24 Maret 2018 | 04:00 WIB
Kisah Cincin dan Ikan (Vanda Parengkuan)

“Pak Tua,” kata Baron, ”Aku akan melakukan kebaikan untukmu. Berikan saja anakmu yang baru lahir itu untukku. Aku akan bawa ke rumahku dan memeliharanya dengan baik.”

 Pak Tua dan istrinya sebetulnya tak ingin kehilangan anak mereka. Namun mereka tak punya pilihan. Itulah cara terbaik agar puteri bungsu mereka bisa hidup denagn baik.

Dengan tangis dan airmata, Pak Tua dan istrinya menyerahkan puteri mereka pada Baron. Mereka yakin, tak mungkin salah dalam mengambil keputusan itu. Baron lalu membawa bayi itu ke kota York. 

 Baron mengendarai kudanya, melewati lembah dan sungai. Hatinya menjadi marah sekali setiap kali melihat bayi di dalam gendongannya. Akhirnya, ia lalu turun dari kudanya dan membawa bayi itu ke tepi sungai. Baron meletakkan bayi itu di sebuah dahan besar yang mengapung. Bayi itu pun terbawa arus sungai.

“Tak akan kubiarkan putraku menikah dengan orang miskin. Dia harus dapat istri yang lebih baik. Aku bisa menggagalkan ramalanku sendiri,” pikir Baron. Ia naik ke kudanya lagi dan pulang ke kastilnya.

Akan tetapi, bayi perempuan itu sungguh bernasib baik. Tak lama setelah dahan itu membawanya hanyut, dahan itu tersangkut di sebatang kayu di tepi sungai. Bayi perempuan itu tidak basah dan tidak kedinginan karena ia tidur nyenyak di atas dahan besar.

Tak jauh dari sana, ada seorang nelayan miskin yang tinggal di pondok kecil. Namanya Pak Aldwin. Ia sedang mencari ikan di sungai di dekat pondoknya. Hari itu, Pak Aldwin belum mendapatkan seekor ikan pun. Ketika ia memutuskan untuk pulang, tiba-tiba melihat seorang bayi di dahan yang tersangkut di tepi sungai.

“Sungguh aneh hasil tangkapanku hari ini,” gumamnya sambil menarik bayi itu dan menggendongnya.

Pak Aldwin melepas syal basah yang membungkus bayi itu, lalu membungkusnya dengan bajunya sendiri yang kering. Ia lalu buru-buru membawa bayi itu pulang karena takut kalau si bayi sakit. Namun, bayi itu ternyata sangat sehat.

Nelayan yang baik hati itu serta istrinya lalu merawat bayi bagai anak mereka sendiri. Mereka memberinya nama Margareth. Bayi perempuan itu tumbuh menjadi gadis yang ceria, pandai dan cantik sekali.

(Bagian 2)

Enam belas tahun pun berlalu. Kini Henri, putera sang Baron, sudah tumbuh besar dan tampan. Ia berusia 21 tahun.  Anak itu tidak suka diam di kasttil. Ia suka berkelana ke kota-kota dan kadang berminggu-minggu dan bulan tinggal di tempat pamannya di Scarborough, di tepi pantai.