Kisah Cincin dan Ikan

By Vanda Parengkuan, Sabtu, 24 Maret 2018 | 04:00 WIB
Kisah Cincin dan Ikan (Vanda Parengkuan)

Pak Cadman sangat menyayangi Margareth karena ia sangat pandai memasak. Ketika tinggal di pondok keluarga Aldwin, ayah dan ibu angkatnya itu sudah mengajarinya cara memasak daging, ikan, dan sayuran. Margareth bekerja keras di kastil itu dan sangat gembira. Kesedihannya karena berpisah dengan Henri yang baik hati, mulai hilang. 

Suatu hari, ia sibuk membersihkan seekor ikan besar di kastil dapur. Ikan itu akan dihidangkan untuk tamu-tamu, para pemburu sahabat Pak Cadman. Salah satu tamu yang diundang ternyata Baron dan puteranya, Henri.

 Saat itu,  para tamu sedang menikmati daging dan kue kue. Margareth di dapur masih sibuk membersihkan ikan yang akan dihidangkan sebagai hidangan puncak. Matanya tiba-tiba membelalak ketika membuka perut ikan. Ia melihat ada benda kecil keemasan yang berkilau.

Ia mengambil benda itu, mencuci di air besih dan membawanya ke jendela untuk melihat dari dekat. Ternyata, itu adalah cincin… Cincin yang diberikan Henri padanya. Cincin yang direbut oleh Baron dan dibuang ke sungai Scarborough.

Margareth memasukkan cincin itu ke sakunya. Setelah selesai memasak, ia memasukkan ikan ke oven. Ia lalu mencuci tangannya dan memakai cincin itu dengan hati-hati di jarinya.   

Sementara itu, para tamu bergembira menikmati makan malam yang sangat lezat. Baron berharap Henri bisa berkenalan dengan salah satu gadis bangsawan di pesta itu. Namun Henri tak tertarik.

Tak lama kemudian, makanan lezat utama yang mereka tunggu, akhirnya keluar juga. Sekor ikan utuh yang dilapisi saus khusus dan rempah-rempah yang wangi.

Para tamu tak pernah makan makanan seenak itu. Baron meminta Pak Cadman untuk memperkenalkan si juru masak karena ia ingin memuji kehebatan memasak juru masak Pak Cadman.

Dengan agak malu dan percaya diri, Margareth muncul di ruang utama. Pak Cadman memperkenalkannya pada Baron. Pertama, Baron tidak mengenal Margareth. Semua tamu pun terdiam  ketika melihat Margareth yang sangat cantik namun sederhana muncul dengan celemek dapur.

 Baron melihatnya dan segera tahu kalau gadis itu Margareth. Namun ia sangat kagum pada Margareth sehingga tak bisa marah. Lagipula, bagaimana ia bisa marah pada gadis cantik yang sedang dikagumi teman temannya.

“Masakanmu,” katanya pelan, “Rasanya sungguh-sungguh lezat bagai masakan para peri. Aku tak pernah makan makanan yang seenak tadi.”

Margareth menunduk memberi hormat. Baron mengambil tangan Margareth dan mengangkatnya. Ia menatap cincin di jari Margareth.

“Sangat senang bertemu denganmu lagi, Pak,” kata Margareth. “Ada sesuatu yang ingin aku kembalikan padamu…”

Margareth melepas cincin itu dan memberikannya pada Baron. Tanpa melihat lagi, Baron tahu kalau itu adalah cincinnya. Ia kini sadar, bahwa tak ada gunanya ikut campur dengan hal yang sudah seharusnya terjadi. Ia teringat akan pesannya saat berada di jurang di dekat Scarborough.

“Kau telah memberikan kembali apa yang menjadi milikku,” katanya. “Kalau kau masih ingin, aku akan kembalikan apa yang menjadi milikmu.”

Pak Cadman yang berdiri di dekat mereka berkata,

“Sepertinya, kau sangat mengagumi juru masakku. Jangan coba-coba mengambilnya, ya,” canda Pak Cadman.  

“Dia bukan juru masak,” kata Baron dengan suara jelas. “Dia bukan juru masak, tapi dia adalah istri yang telah ditetapkan alam untuk puteraku. Putraku, Henri. Apa yang sudah dijodohkan, tak dapat dipisahkan manusia.”

 Ia lalu memanggil Henri, dan mempertemukannya dengan Margareth. Tak lama kemudian, Margareth dan Henri berdiri penuh kebahagiaan saling menatap. Sementara para tamu melihat mereka dan ikut merasa bahagia.  

Sungguh kebahagiaan yang besar saat pernikahan berlangsung di kastil Baron. Setelah itu, Baron selalu memuji dan mengakui kalau tak ada istri yang lebih baik bagi putranya selain Margareth.

Teks: Dok. Majalah Bobo/Adaptasi dongeng Inggris