Kisah Cincin dan Ikan

By Vanda Parengkuan, Sabtu, 24 Maret 2018 | 04:00 WIB
Kisah Cincin dan Ikan (Vanda Parengkuan)

Ketika tiba di halaman rumah adiknya, Baron melihat persiapan pernikahan. Ada yang membawa makanan, keranjang bunga, dan minuman sari buah-buahan. Bunyi musik terdengar dari jendela rumah. Ia masuk ke rumah itu dengan marah.

“Dimana gadis yang akan menikah dengan puteraku itu?” serunya.

Baron lalu melihat Margareth yang sudah mengenakan gaun pengantin. Baron semakin marah namun menenangkan dirinya. Ia berkata pada adiknya bahwa ia akan bicara dengan Margareth sebelum upacara pernikahan.

 Baron lalu membawa Margareth dengan kereta kuda menuju ke luar kota. Akhirnya, sampailah mereka di tepi jurang. Sekali lagi, Baron ingin menentang ramalan tentang gadis yang ditakdirkan menjadi istri Henri.

Margareth yang malang tak tahu apa yang terjadi. Baron membawanya semakin ke tepi jurang. Margareth mulai mengerti apa yang akan dilakukan Baron. Ia sangat ketakutan.

“Oh, tolonglah… jangan lempar aku ke jurang. Aku tak akan bertemu Henri lagi.  Aku tidak menyakiti seorangpun. Tolong jangan sakiti aku. Aku akan pergi dan tak kembali lagi ke negerimu…” tangis Margareth.

Melihat tangis Margareth, Baron mulai menjadi tenang dan membebaskan gadis itu. Namun ia melihat Margareth sudah memakai cincin miliknya. Pastilah Henri yang memberikannya. Baron segera menarik cincin itu dari jari Margareth dan melemparkannya ke laut. Cincin itu berkilau sejenak sebelum tenggelam di laut.

“Margareth,” kata Baron. “Aku akan membiarkanmu pergi. Jangan sampai aku melihatmu lagi. Tapi, jika kau bisa memperlihatkan cincin yang kubuang tadi, aku akan merestui pernikahanmu dengan Henri, putraku!”

Baron tertawa lalu pergi dengan kereta kudanya, meninggalkan Margareth sendirian di tepi jurang.  Baron kembali ke rumah adiknya  dan berkata padanya bahwa pernikahan Henri dibatalkan, karena Margareth telah lari kembali ke rumahnya.  

Adik Baron dan Henri bingung mendengar cerita Baron. Namun mereta tak berani bertanya karena tahu itu tak ada gunanya.  

Sementara itu, Margareth masih menangis tersedu-sedu memikirkan nasibnya yang malang. Namun, ia tak mau menyerah. Ia tidak kembali ke pondok orangtuanya. Ia melangkah dari tepi jurang, kembali ke jalan utama. Margareth terus berjalan dan menemukan kastil seorang bangsawan bernama Cadman.

Margareth bekerja sebagai pelayan di kastil Pak Cadman di kastilnya yang indah. Kini ia selalu sibuk di dapur, Pak Cadman sering membuat pesta untuk tamu-tamunya.