Bobo.id - Banyak penemuan besar ditemukan oleh penemu yang sudah berusia dewasa, teman-teman.
Meskipun begitu, ternyata anak-anak juga bisa menjadi pencipta sebuah penemuan yang saat ini banyak digunakan oleh orang-orang, lo.
Bahkan anak-anak ini ada yang menciptakannya secara tidak sengaja, menyempurnakan penemuan sebelumnya, hingga menciptakan sesuatu dari kekaguman.
Es Loli
Baca Juga : Wah! Ada Tempat Membaca yang Asyik di Kota Tua Jakarta #AkuBacaAkuTahu
Es krim ada beragam bentuknya, teman-teman. Mulai dari es krim cone, gelato, hingga es loli atau es yang ditusuk menggunkan stik atau kayu berukuran kecil.
Saat ini, sudah banyak es loli yang dijual dengan berbagai rasa dan bentuk, nih, teman-teman.
Ternyata es loli yang sering teman-teman nikmati tersebut dibuat secara tidak sengaja oleh seorang anak berusia 11 tahun, lo.
Pada tahun 1905, seorang anak laki-laki bernama Frank Epperson tidak sengaja meninggalkan segelas soda yang ia buat dari soda bubuk dan air di luar rumahnya.
Selain gelas berisi soda, di dalam gelas itu juga tertinggal tongkat pengaduk yang digunakan Epperson untuk mencampur soda bubuk dan air.
Keesokan paginya, Epperson menemukan bahwa segelas soda dan tongkat pengaduk yang ia tinggalkan di luar membeku, nih, teman-teman.
Suhu di tempat Epperson tinggal, yaitu San Fransisco yang rendah itulah penyebab segelas soda milik Epperson menjadi membeku.
Epperson yang terkagum-kagum dengan penemuannya kemudian menamakannya sebagai "epsicle".
Baca Juga : Ini 7 Tempat Terdingin di Dunia, Ada yang Dijuluki Neraka Es Juga, lo!
Tahun 1923, epsicle buatan Frank Epperson mulai dijual di taman Alameda, California. Anak-anaknya menyebut epsicle menjadi "Pop's 'sicle", sehingga sejak saat itu es dengan stik pendek ini disebut "Popsicle" atau es loli.
Dua tahun kemudian, popsicle baru dijual secara besar ke seluruh negara setelah Frnak Epperson bekerja sama dengan perusahaan Joe Lowe Company dari New York.
Sejak saat itulah es loli mulai banyak dijual dan terdiri dari beragam rasa, warna, hingga bentuk, teman-teman.
Huruf Braille
Para tunanetra membaca dengan cara yang berbeda dengan kita, teman-teman, yaitu menggunakan huruf braille yang timbul dan akan terasa saat diraba menggunakan jari.
Nah, huruf braille yang berguna bagi penderita tunanetra ini juga dikembangkan oleh seorang anak yang juga tunanetra.
Awalnya, ide huruf braille ini mucul dari Kapten Charles Barbier yang menggunakan sandi berupa garis dan titik-titik timbul.
Baca Juga : 5 Manfaat Tak Terduga dari Menulis Buku Harian, Salah Satunya Melatih Daya Pikir #akubacaakutahu
Tujuan dari sanda yang diciptakan Kapten Barbier ini adalah agar pasukannya tetap bisa membaca pesan atau perintah yang diberikan meskipun dalam keadaan gelap.
Pesan berupa garis dan titik yang timbul tadi disusun menjadi sebuah kombinasi yang membentuk kalimat dan dibaca dengan cara merabanya.
Sistem ini awalnya dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam, teman-teman.
kapten Barbier kemudian mulai mengenalkan sistem night writing kepada anak-anak tunanetra di sebuah sekolah khusus tunanetra.
Salah seorang murid di sekolah tersebut, Louis Braille kemudian mengubah kombinasi titik dan garis yang dibuat Kapten Barbier menjadi kombinasi garis saja.
Perubahan kombinasi ini dilakukan setelah Braille mengadakan uji coba pola titik dan garis kepada teman-temannya, ternyata mereka lebih peka terhadap titik dibandingkan garis.
Setelah penggunaan huruf braille sempat dilarang karena dianggap sebagai sistem baca yang tidak umum, pada tahun 1847 penggunaan huruf braille kembali diperbolehkan, teman-teman.
Bahkan pada tahun 1851 huruf braille diakui secara sah oleh pemerintah dan berkembang ke negara-negara lain dan diebri nama "tulisan Braille".
Baca Juga : Bukan Menggunakan Mulut, Seni Ventriloquisme Bicara Menggunakan Suara Perut
Trampolin
Siapa yang pernah melompat-lompat dengan tinggi di atas trampolin yang lentur?
Trampolin yang digunakan untuk melompat-lompat ini ternyata juga ditemukan oleh anak-anak, lo, teman-teman.
George Nissen yang pada tahun 1930 berusia 16 tahun terkagum-kagum dengan seniman trapeze di sebuah perunjukan sirkus.
Trapeze adalah seni pertunjukan di mana orang-orang bergelantungan di tongkat horisontal yang digantungkan di langit-langit.
Trapeze dilakukan dengan cara berayun, terbang, atau berpindah dari satu tongkat ke tongkat lainnya dan dapat dilakukan secara sendirian, ganda, maupun berkelompok.
Nissen yang melihat pertunjukan tersebut bertanya-tanya, apakah saat seniman trapeze jatuh ke jaring di bawahnya, mereka akan memantul ke atas atau jatuh begitu saja.
Menurut Nissen, pertunjukan tersebut akan lebih hebat lagi jika para seniman trapeze yang jatuh ke jaring bisa memantul dan melakukan lebih banyak trik atau aksi.
Baca Juga : Kenali Tipe Kepribadianmu dari Buku yang Kamu Baca #akubacaakutahu
Hal inilah yang kemudian membuat Nissen menciptakan peralatan yang disebut sebagai bouncing rig atau rig memantul.
Rig ini dibuat oleh Nissen menggunakan kain berbahaan kanvas yang diikat ke rangka baja persegi panjang.
Tahun 1934, Nissen bersama dengan larry Griswold, pelatih senam di tempatnya berkuliah, yaitu University of Iowa mengembangkan rig memantul uatan Nissen agar bisa menghasilkan pantulan lebih banyak.
Baca Juga : Apakah Ketombe Menular dan Apa Penyebab Munculnya Ketombe?
Untuk menghasilkan pantulan yang lebih banyak, mereka kemudian mengikatkan kanvas ke rangka yang sudah dilengkapi pegas atau per.
Nissen dan Griswold mulai memproduksi trampolin pada tahun 1942 dan setelah itu trampolin banyak digunakan untuk sirkus dan berbagai pelatihan pilot, navigator, hingga astronaut.
Source | : | countryliving.com,Independent,mocomi.com |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR