"Tapi kau, Steve!"
"Pergi! Pergi!" Steve menepuk kuda itu, sehingga kuda itu langsung lari meninggalkan tempat itu. Ellen menoleh dan melihat ke sepupunya dengan cemas.
Dengan senapan di tangan, Steve lalu masuk ke semak-semak. Ia dan Senecoza bagai bermain petak umpet di siang hari Afrika yang panas. Mereka merayap, menyelinap, masuk dan keluar dari semak-semak padang rumput. Kadang mereka berjongkok di rerumputan tinggi dan saling menembak.
Kini, Steve berjongkok diam dan mengamati dimana Senecoza bersembunyi. Pelurunya tinggal sedikit. Ia mendengar suara. Seperti suara tawa yang bukan dari antara rerumputan. Jauh di atas padang rumput, terdengar tawa jahat Hyena. Dan suara tawa itu semakin terdengar dekat.
Keringat dingin keluar di alis Steve.
Tiba-tiba, terdengar derap kaki kuda. Apakah anak buah Senecoza kembali lagi? Steve memberanikan diri mengintip dari balik rumput. Dan betapa gembiranya ia saat tahu siapa yang datang.
Sedikitnya ada dua puluh pria kulit putih dari peternakan. Dan di depan mereka, tampak Ellen menunggangi kuda. Mereka masih agak jauh. Steve melesat keluar dari balik semak dan melambaikan tangan untuk menarik perhatian mereka. Mereka berteriak dan menunjuk sesuatu di luar jangkauan Steve.
Steve berbalik dan melihat, sekitar tiga puluh meter darinya, seekor hyena besar menyelinap ke arahnya. Di antara rumput tinggi, hyena jadi-jadian Senecoza, mengintai dengan penuh dendam.
Steve tak mungkin bisa menembak tepat dengan jarak sejauh itu. Padahal pelurunya tinggal satu. Rombongan penyelamat masih jauh. Steve kembali menatap hyena yang mendekatinya. Dia bergerak mendekat tanpa ragu. Matanya berkilau mengerikan. Ada bekas luka di bahunya, menunjukkan itu adalah binatang yang sama dengan yang menyerang Steve sebelumnya.
Steve agak ngeri. Ia menyiapkan senapan tuanya lalu melepaskan tembakan, tepat pada saat hyena itu akan melompat menyerangnya. Terdengar teriakan mengerikan dari hyena itu. Hewan itu lalu berbalik dan lari kembali ke semak-semak.
Rombongan penyelamat dari peternakan akhirnya tiba.
"Steve! Kau sedang berburu ular, ya!" canda Ludtvik dengan suara gembira dari atas kudanya. Ia lega melihat Steve baik-baik saja.
Para pekerja peternakan lalu menyebar di padang rumput itu, mencari hyena Senecoza. Ludtvik dan Steve juga ikut meneliti jejak di tanah. Namun mereka tidak menemukan jejak kaki manusia.
Mereka menemukan sebuah senapan yang kosong. Pasti milik Senecoza. Dan di dekat senapan itu, tampak jejak kaki hyena. Ini sungguh aneh. Steve merasakan bulu kuduknya berdiri. Steve, Ludtvik dan para pekerja saling pandang dan tidak berkata sepatah kata pun. Semua sepakat mencari mengikuti jejak hyena itu. Sepertinya hyena itu terluka. Semua mengikuti jejaknya, keluar dan masuk ke rerumputan setinggi bahu.
“Sepertinya hyena itu menuju ke pondok dekat pepohonan sana!” kata Steve.
“Ini betul-betul misteri,” kata Ludtvik. Ia melarang Ellen ikut sampai ke pondok, dan meninggalkan beberapa pekerja untuk menjaga sepupunya itu.
Steve dan Ludtvik terus mengikuti jejak hyena itu sampai naik ke atas bukit dan masuk ke rumpun pepohonan. Mereka akhirnya tiba di pintu pondok. Mereka mengelilingi gubuk dengan hati-hati. Tidak ada jejak yang keluar dari arah gubuk. Hanya ada jejak hyena yang masuk ke dalam gubuk. Jadi, hewan itu pasti ada di dalam gubuk.
Mereka semua menyiapkan senapan, lalu mendorong pintu gubuk dengan kaki. Namun, tidak ada hyena di dalam pondok itu. Di lantai tanah, tampak Senecoza berbaring tewas. Kakinya masih berbentuk kaki Hyena. Steve dan Ludtvik saling pandang tanpa bicara sepatah katapun.
(Tamat)
Teks: Adaptasi dari karya Robert E. Howard / Dok. Majalah Bobo
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR