Putri Negeri Kembaran Bumi

By Sylvana Toemon, Selasa, 20 Maret 2018 | 10:10 WIB
Putri Negeri Kembaran Bumi (Sylvana Toemon)

Asap-asap berbentuk hati kembali mengitarinya.

Ketika asap itu lenyap, Manae terkejut dan bingung. Langit biru terbentang luas di depan matanya.

 Ia menoleh ke kiri dan ke kanan. Lo, bunga-bunga Ow! Ternyata ia sedang terbaring  di taman bunga. Punggungnya beralas rumput.

“Manae... kau tertidur di sini, ya?“ Suara Ibu, batin Manae.

Ow, ternyata ibunya telah duduk berlutut di sisinya.

Manae segera duduk dan memeluk tubuh ibunya yang hangat.

“Ayo, makan bersama. Teman-teman Ayah ingin berkenalan denganmu. Nanti sore, kita beli bandomu di toko, ya,” ujar ibunya ramah.

Manae tersenyum. Kali ini ia tahu harus menjawab apa.

“Besok saja, Bu. Sehabis makan, aku akan bantu Ibu cuci piring. Setelah itu,kita berdua istirahat saja,” ujarnya sambil tersenyum manis.

Mata ibunya terbelalak, gembira, tak percaya, persis yang dilihat Manae tadi.

Yang aku lihat tadi? Manae menggumam di dalam hati. Pasti tadi aku bermimpi, pikirnya.

“Ayo, sayang. Kasihan, nanti teman-teman Ayah terlalu lama menunggu,” ujar ibunya lagi sambil berdiri. Manae langsung ikut berdiri.

TUK!

Ada sesuatu yang jatuh dari pangkuannya. Tempat bedak Ratu Negeri Kembaran Bumi! Manae terbelalak kaget. 

“Tadi itu bukan mimpi...?” gumamnya berdebar-debar.

Manae cepat-cepat memungut benda itu dan memasukkannya ke dalam kantong roknya.

“Kalau bukan mimpi, berarti aku masih bisa bertemu Ratu Peri Kembaran Bumi. Tinggal meniup bedak di tempat bedak ini,” gumam Manae di dalam hati.

Senyum lebar menghias bibirnya. Ia mempercepat langkahnya, dan meraih tangan ibunya.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vanda Parengkuan.